Senin, 26 Februari 2018

TULUS - Gajah (Official Music Video)



Setidaknya punya tujuh puluh tahun
Tak bisa melompat kumahir berenang
Bahagia melihat kawanan betina
Berkumpul bersama sampai ajal
Besar dan berani berperang sendiri
Yang aku hindari hanya semut kecil
Otak ini cerdas kurakit perangkat
Wajahmu tak akan pernah kulupa

Waktu kecil dulu
Mereka menertawakan
Mereka panggilku gajah
(Ku marah) ku marah
Kini baru ku tahu
Puji didalam olokan
Mereka ingatku marah
Jabat tanganku panggil aku gajah

Kau temanku kau doakan aku
Punya otak cerdas aku harus tangguh
Bila jatuh gajah lain membantu
Tubuhmu disituasi rela jadi tamengku

Kecil kita tak tahu apa-apa
Wajar bila terlalu cepat marah
Kecil kita tak tahu apa-apa
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik

Kau temanku kau doakan aku
Punya otak cerdas aku harus tangguh
Bila jatuh gajah lain membantu
Tubuhmu disituasi rela jadi tamengku
Kau temanku kau doakan aku
Punya otak cerdas aku harus tangguh
Bila jatuh gajah lain membantu
Tubuhmu disituasi rela jadi tamengku

***

Waktu pertama liat lagu ini di youtube, aku gak mau buka, gak mau dengar, mungkin masih trauma dengan bullyan masa kecil dulu sering dipanggil gajah, takut nanti isinya gak jauh-jauh dari bullyan macam begitu.

Tapi pernah sekali waktu gak sengaja dengar lagu ini diputar. Tanpa harus dengar lagu ini sebelumnya aku sudah tau kalau lagu yang diputar itu lagunya Tulus, soalnya suara dia itu khas banget. Dan ternyata aku salah duga. Lagu ini bagus.

Malam ini untuk pertama kalinya aku dengerin full lagunya Tulus yang ini. Lagunya bagus. Liriknya penuh makna. Dan sesuai dengan apa yang pernah aku rasakan waktu kecil dulu.

Dan akhirnya aku jatuh cinta pada lagu ini.

Good Job, Tulus.


Minggu, 25 Februari 2018

Dear Diary #2



Samata, 6 Januari 2018

Hampa

Pernahkah kamu merasa begitu? Kosong. Hampa. Tidak ada apa-apa. Benar-benar kosong. Saat kalian tidak punya perasaan terhadap apapun atau siapapun. Tidak menyukai, mengagumi, menyayangi, ataupun mencintai seseorang. Pernah? Jika pernah berarti kamu mengerti apa yang sedang ku rasakan saat ini.

Tidak benar-benar kosong sih sebenarnya. Karena aku masih punya teman-teman dan sahabat-sahabatku di sampingku. Dengan adanya mereka semua aku masih tetap dapat tertawa, tersenyum, bercanda, bahagia. Aku sebenarnya tetap bahagia apapun yang terjadi. Berusaha bahagia lebih tepatnya. Bagaimana mungkin kamu bisa membahagiakan orang lain jika kamu tidak bisa membahagiakan dirimu sendiri, bukan?

Walaupun begitu entah kenapa aku merasa kurang. Rasanya ada yang tidak lengkap. Aku merasa seperti… entahlah. Aku tidak tau istilah yang tepat untuk mengekspresikannya, untuk menggambarkannya, untuk mendeskripsikan apa yang sedang ku rasakan saat ini.

Hampa. Kosong.
Mungkin itu istilah yang hampir benar walaupun mungkin kurang tepat. Tapi aku tidak menemukan kata lain selain dua kata tersebut.

Aku sekarang sedang tidak merasakan perasaan apapun terhadap orang lain. Khusunya lawan jenis. Karena tentu saja, aku sayang kepada sahabat-sahabatku, sekelompok orang gila yang pura-pura waras di hadapan orang lain. Namun bukan itu yang ku maksud. Yang pernah merasakan perasaan seperti ini pastilah paham apa yang ku maksud. Yang belum pernah merasakan hal seperti ini maka kamu beruntung, karena perasaan ini hampir sama dengan rindu, menyiksa.

Setelah putus dari Sukri, putus yang benar-benar putus – karena sebelumnya aku sudah sering kali putus nyambung dengannya dan aku masih punya perasaan terhadapnya, putus kali ini aku juga masih punya perasaan terhadapnya, sedikit, tapi aku bersikap seakan aku benar-benar tidak menyayanginya lagi, berpura-pura aku tidak mencintainya lagi, membohongi hati dan pikiranku.

Dan tampaknya itu terlalu berhasil. Sekarang aku tidak punya perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Aku memang masih sering kontak-kontakan dengannya, tapi itu tidak lebih dari sebatas teman.

Namun dia masih memberikan perhatian yang sama seperti waktu kami masih pacaran dulu. Jika situasinya berbeda, tentu saja aku akan bahagia diberi perhatian seperti itu. Tapi sekarang semua perhatian itu rasanya biasa saja, bosan.

Aku juga pernah berpikir, pernah mengira kalau aku suka sama sepupuku, kak Alim. Aku bahkan membuat beberapa tulisan tentangnya. Tapi itu ternyata hanya sementara.

Setelah kak Alim balik ke Malang dan dia sering marah-marah gak jelas, aku mulai capek dan bosan. Bosan hadapi marah-marah gak jelasnya kakak, bosan chat duluan, bosan selalu jadi pihak yang harus mengerti. Aku salut sama pacarnya bisa bertahan lama sama dia.

Ya kurang lebih seperti Sukri sih. Sering marah-marah gak jelas. Cuman Sukri begitu baru-baru ini, dulu tidak. Makanya dulu aku sayang sama dia dan sekarang tidak.

Belum ada ikatan resmi tapi kerjanya marah-marah terus. Mati mko!

Setelah bosan dengan kak Alim, aku ketemu sama kak Dodi. Dia seniorku di HMI. Orangnya manis dan cerdas. Itu kesan pertamaku terhadapnya. Makanya aku suka.

Orangnya juga enak diajak chat. Untuk sementara dialah moodbosterku. Hanya dengan mengingatnya sudah bisa membuatku senyum-senyum tidak jelas. Bahkan kemarin, waktu kuliah Riset Operasi, saking mengantuknya aku iseng mikirin kak Dodi, supaya gak ngantuk. Alhasil, aku mendapati diriku senyum-senyum sendiri sambil menghadap ke arah dosen. Dan itu awkward.

Tapi kadang aku juga bosan dengan kak Dodi. Apalagi aku terus yang chat dia duluan. Kalau kak Dodi yang chat aku duluan itu mungkin bisa masuk Guiness Book of Record, rekor dunia.

Aku cukup bahagia hanya dengan memikirkannya, mengingatnya, dia membalas chatku, melihat fotonya di akun sosial medianya, dan hal-hal kecil semacam itu. Tapi kadang aku bosan kalau kak Dodi tidak membalas chatku.

Dan kalau aku bosan dengan kak Dodi, aku kembali merasa kosong. Hampa.


Kosong

Bosan

Hampa

Ohh Tuhan. Semua ini membuatku ingin pulang.

Jika aku tidak bisa pulang ke Selayar, maka bisakah Engkau membawa Selayar padaku?


Senin, 12 Februari 2018

Pinggir Pantai Milik Siapa?


Selayar, 13 Februari 2018

Hari Ahad kemarin, aku dan keluarga berencana mau liburan ke pantai. Anak rantau pulang ke kampung dari kota dan belum pernah ketemu pantai selama enam bulan. Jadilah Ahad kemarin kami pergi mencari pantai mana yang kira-kira cocok untuk didatangi kali ini.

Dulu, waktu masih anak-anak, hampir setiap pekan kami pergi liburan ke pantai. Entah itu untuk rekreasi atau hanya sekedar berenang. Bahkan saat kelas tiga Aliyah, sesudah Ujian Nasional, sambil menunggu pengumuman, kami pun pergi ke pantai hanya untuk sekedar makan-makan dan berenang.

Salah satu hal yang hebat dari tinggal di pulau adalah kamu bisa main di pantai kapan saja tanpa harus bayar biaya masuk, kecuali memang untuk beberapa tempat wisata yang ada pengelolanya. Toh uang yang kita pakai untuk bayar juga digunakan untuk kemajuan tempat wisata tersebut.

Tapi itu dulu.

Sekarang, bahkan rasanya belum genap satu tahun aku menjadi mahasiswa, saat pulang liburan semester kemarin aku sebenarnya sudah melihat papan tanda ini, tapi itu belum terlalu menggangguku, mungkin karena aku masih belum terlalu memikirkannya.

Tapi kemarin, saat aku dan keluargaku berniat untuk liburan di pantai, aku kembali melihat papan tanda tersebut. Papan tanda kepemilikan. Papan tanda kepemilikan tanah. Awalnya papan tanda ini tidak ada. Entah sejak kapan papan tanda ini muncul. Tidak hanya sekedar papan tanda kepemilikan, pantai tersebut juga dipasangkan pagar kawat besi agar tidak ada lagi yang bisa bebas keluar masuk ke pantai tersebut.

Bukan hanya pada satu lokasi itu saja, sepanjang garis pantai juga ada papan tanda kepemilikan yang lain dan juga pagar kawat besi yang lain.

Kita tidak lagi bebas bermain di pantai seperti saat dulu aku masih anak-anak.

Sekarang setiap orang mengklaim pinggir pantai sebagai milik mereka masing-masing.

Entah apa yang menyebabkan hal ini.

Awalnya hanya satu orang yang melakukan hal tersebut. Dia mengklaim pinggir pantai sebagai miliknya, membangun resort, dan memberlakukan biaya masuk untuk setiap wisatawan yang ingin bermain di pantai tersebut.

Tidak lama, ada orang lain yang juga membuat resort di tempat yang sama. Maka jadilah dua resort berdekatan pada satu garis pantai.

Mungkin karena hal itu maka orang lain pun ingin mengklaim pinggir pantai milik mereka juga.

Hal ini kemudian membuatku bertanya-tanya. Pinggir pantai sebenarnya milik siapa? Bukankah itu seharusnya tanah milik pemerintah? Jika itu milik pemerintah, lalu kenapa bisa ada orang yang mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya?

Assalamu'alaikum, Kak


Samata, 7 Desember 2017

Assalamu’alaikum, Kak

Kakakku, Kakak Kesayanganku, Kakak Alimku.

Semoga kakak sehat selalu dan tetap dalam lindungan Allah.
Besok kakak udah balik ke Malang, kan? Hati-hati ya, kak. Aku pikir kakak masih akan lebih lama lagi di sini, ternyata besok kakak sudah pulang, padahal kita masih dalam proses adaptasi untuk saling mengerti.

Awalnya aku punya niat ingin memberi kakak benda atau sesuatu sebelum kakak pulang, supaya kakak bisa ingat terus sama aku. Tapi sampai sekarang, sampai malam terakhir kakak di sini aku masih tidak tau ingin memberikan apa ke kakak. Dan aku juga sibuk. Baru kali ini aku merasakan kesibukan yang membuatku harus mengorbankan hal lain. Maaf ya kak gak bisa lama main hari ini.

Maaf kalau aku sering gangguin kakak main game, sering kepo sama privasi kakak, sering ribut, sering bikin kecewa, dan hal-hal tidak mengenakkan lain. Baru satu bulan ketemu tapi tampaknya aku sudah buat banyak masalah kakak. Maaf kak, aku hanya ingin berusaha dekat dengan kakak. Maaf jika caraku salah. Semoga kakak tidak merasa menyesal punya adik seperti diriku. Hehe.

Perihal perasaan, aku memang tidak pernah pandai mengucapkannya secara lisan. Itulah mengapa 
aku tidak pernah bisa berbicara langsung di depan kakak mengenai apa yang ku rasakan. Aku lebih bisa mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Maka jadilah tulisan ini.

Terima kasih untuk pengalaman kakak-adiknya selama satu bulan ini kak. Dari dulu aku selalu bermimpi punya kakak cowok, yang bisa jadi orang kedua yang bisa diandalkan setelah bapak, orang yang akan menjagaku setelah bapak, yang bisa diajak curhat tentang pacar tanpa harus menghakimi dengan tidak boleh pacaran, orang yang bersedia menghajar siapa saja yang menggangguku. Intinya orang yang bisa ku ajak bermain, bercanda, curhat, dan hal-hal semacam itu.

Aku sering main sama bapak, tapi bapak terlalu tua untuk diajak bermain. Aku juga tidak mungkin curhat tentang pacar ke bapak Karena bapak tidak akan suka jika anak gadisnya diganggu oleh cowok tidak jelas.

Dan dengan datangnya kakak ke Makassar, kakak mewujudkan mimpi itu. Sekali lagi terima kasih kak.

Nanti sering-sering kabarin ya kak. Aku tau aku tidak terlalu penting dalam hidup kakak, aku bukanlah orang yang harus kakak kabarin tiap saat, tapi tetap saja kak, bolehkah aku tetap dekat dengan kakak walaupun raga kita terpisah?

Baik-baik di sana ya kak. Sehat selalu. Rawat dan jaga bude baik baik. Rajin berdo’a demi kesembuhan bude. Do’a anak shaleh itu cepat terkabul kak. Kakak tentu saja lebih paham masalah itu dibanding aku.

Titip salam sama kak widya – setelah menonton video ucapan ulangtahun itu aku merasa harus panggil kakak ke widya Karena jelas sekali umurnya jauh di atasku – kalau ketemu.

Jujur, aku iri sama dia kak. Dia bisa memenangkan hati kakak. Suatu hal yang belum tentu bisa ku lakukan.

Haha.. ngomong apa sih?


Dear Diary #1


Samata, 6 Desember 2017

Hari Rabu. Pondok Faris kamar 106. Sendiri.

Aku anak tunggal. Sejak kecil aku melakukan semuanya sendiri. Tapi bukan mandiri. Aku hanya tidak punya teman untuk berbagi, bermain, bercanda, atau pun bertengkar. Jadi bisa dibilang aku sudah terbiasa sendiri.

Hari ini jadwal kuliahku kosong. Jadi yang bisa ku lakukan hanyalah berdiam diri di kos.
Sebenarnya ada banyak hal yang bisa ku lakukan. Mencuci. Baca novel. Membersihkan kos. Tidur. Me Time kata orang. Menghabiskan waktu dengan diri sendiri. Menikmati kesendirian. Oke, aku memang menikmati kesendirian. Aku bisa melakukan apapun yang ku mau. Tapi entah kenapa hari ini aku merasa hampa.

Di selayar, di rumah, walaupun aku ditinggal sendiri di rumah aku tidak pernah benar-benar merasa sendiri, tidak pernah merasa sepi, tidak pernah merasa hampa. Aku bahkan menikmati kesendirianku.

Tapi di sini, di samata, di kos, sendiri bukanlah hal yang bagus menurutku. Aku merasa hampa. Kosong. Aku bahkan tidak pernah merasa benar-benar bahagia sejak tiba di sini.
Tertawa. Bercanda. Bermain. Nampak sangat ceria, bahagia, ringan tanpa beban. Aku bisa bersikap seperti itu. Sangat bisa. Membahagiakan diri sendiri. Sangat bisa.

Namun tetap saja kadang aku akan sampai pada satu titik di mana aku Lelah dengan semua ini. Aku ingin berhenti. Ingin pulang. Selayar jauh lebih nyaman daripada Samata maupun Makassar.

Makassar punya segalanya. Makassar sudah masuk kota metropolitan. Semuanya ada. Tinggal sebutkan apa mau mu. Tapi Makassar tidak punya kenyamanan seperti yang Selayar berikan padaku.

Aku hanya ingin pulang. Mengisi ulang tenaga untuk menghadapi kerasnya kehidupan mahasiswa.


C.I.N.T.A



Samata, 16 November 2017

Cinta

Pembahasan tentang cinta memang tidak akan pernah habis. Dan saat ini aku sedang menyaksikan banyak kisah cinta yang terjadi di sekitarku. Tidak perlu tv ataupun film. Cinta dalam kehidupan nyata lebih seru, dan yang pasti ini nyata. Tanpa rekayasa. Tanpa acting. Walaupun tetap banyak dramanya.

Telah banyak kisah cinta yang ku saksikan. Utamanya kisah cinta sahabat-sahabatku.

Ada yang baru satu kali bertemu, hubungannya bisa awet sampai sekarang. Kalau aku tidak salah ingat, sudah 2 tahun lebih mereka menjalin hubungan.

Ada yang hubungannya harus berakhir Karena tidak diberi restu orangtua. Padahal mereka sudah 4 tahun pacaran.

Ada yang walaupun sering putus nyambung, tapi tetap Bersama sampai sekarang. Lebih 3 tahun jika perhitunganku tidak salah.

Ada juga yang tetap Bersama walaupun tidak direstui oleh orangtua, mereka backstreet.

Ada yang sementara mencintai dalam diam. Menyimpan rapat-rapat perasaannya. Takut jika yang bersangkutan mengetahui perasaannya maka semuanya tidak akan sama lagi.

Dan ada banyak lagi yang tidak bisa ku sebutkan satu persatu.
Kisahku? Aku baru saja putus dengan pacarku setelah 2 tahun memaksakan keinginan untuk tetap Bersama. Restu orangtua memang tidak dapat dianggap remeh.

Hubunganmu tidak akan lancar jika tidak mendapat restu orangtua.

Dan sekarang aku sedang menyukai sepupuku sendiri tapi aku bertengkar dengannya hanya Karena sikapnya yang tidak jelas dan dia mengatakan itu semua adalah salahku.

Tak apalah. Aku yang salah. Aku malas memperpanjang masalah. Aku hanya ingin hubunganku dengannya baik-baik saja. Tak apa jika hanya sekedar adik-kakak, itu sudah cukup. Lebih dari itu, aku tidak berani berharap.

Dari beberapa kisah itu ada yang menjadi favoriteku dan berharap kisahku bisa seperti itu.

Doakan saja semoga aku bisa menulis kisahku sendiri, yang lebih indah dari semua itu, yang bisa membuat orang lain iri.

Semoga aku bisa menemukan orang yang padanya dapat ku percayakan hati, hidup, dan masa depanku. Dia yang datang dan tidak akan pernah pergi lagi. Dia yang telah direncanakan Allah untukku.

Jumat, 09 Februari 2018

Boys Always Will be Boys



Borong, 15 November 2017

Aku tau ini salah. Tidak sepenuhnya salah sebenarnya. Tapi tetap saja tidak dapat dapat dibenarkan jika menyukai seseorang yang sudah punya pacar. Pacar ya. Pacar. Bukan istri. Belum. Jadi aku tidak sepenuhnya salah Karena dia masih milik orangtuanya, bukan milik pacarnya. Belum.

Ku akui, aku mulai menyukainya. Bahkan kadang menganggap bahwa kami benar-benar sedang menjalin sebuah hubungan. Tapi itu hanya perasaanku saja. Hanya pemikiranku. Perasaannya terhadapku, pemikirannya terhadapku, itu tidak penting.

Jika pun dia tidak benar-benar mencintaiku, itu tak apa.

Aku sudah cukup jauh memainkan permainan ini. Sudah terlanjur basah. Jadi sekalian saja mandi.
Jika dia pada akhirnya mengaku tidak mencintaiku, itu tak apa. Karena aku akhirnya bisa berhenti memainkan permainan ini. Berpura-pura percaya bahwa dia benar-benar mencintaiku.

Aku memang tampak polos. Tapi aku tidak sepolos itu. Setidaknya aku tidak akan mudah percaya begitu saja dengan kata-kata cinta.

Nampak kok mana yang asli mana yang palsu. Mana yang beneran sayang mana yang Cuma mau main-main.

Perhatian, sikap, kata-kata, semuanya yang dia lakukan terhadapku, ku akui itu semua manis. Sangat manis. Tapi tetap saja, yang tulus dan hanya main-main pasti berbeda. Yang dia lakukan itu manis, tapi tidak pake rasa.

Aku memang sering Nampak tersipu malu dan salah tingkah saat dia bertingkah manis, tapi dia tidak membuat jantungku berdebar tidak karuan. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia tidak benar-benar menyayangiku.

Aku berani bertaruh, pulang dari sini dia tidak akan mengingatku lagi. Jangankan bertingkah manis, chat pun aku yakin tidak akan pernah.

Lagi pula tampaknya kami tidak cocok. Aku tidak bisa memahaminya. Belum. Aku masih belajar. Tapi bagaimana mungkin aku bisa paham sifatnya yang sebenarnya jika yang dia tunjukkan dihadapanku lebih banyak kepura-puraan. Dia menyuruhku untuk terbuka, ngambek jika ada yang tidak ku beritahukan. Sementara dia, jangankan cerita, pinjam hp saja tidak boleh. Itu tidak adil. Tapi aku tidak marah. Aku tidak ngambek. Karena aku tau, aku paham, aku mengerti, aku tidak sepenting itu dihidupnya.

Empat tahun Bersama Sukri dan masih banyak hal tentang Sukri  yang tidak ku pahami. Lantas bagaimana mungkin aku bisa memahaminya yang bahkan baru bertemu (lagi) satu bulan yang lalu?
Dia terlalu sensitif. Aku selalu salah di matanya. Aku Lelah menjadi pihak yang selalu mengerti, pihak yang selalu mengalah.

Boy always will be boy. Cowok akan tetap jadi cowok.

Awalnya dia tampak berbeda. Apalagi bagian bersikap dewasa. Ya dia sangat dewasa menurutku. Tapi itu tidak mengherankan. Sudah sewajarnya dia seperti itu, dia 5 tahun lebih tua dariku. Keterlaluan namanya jika tingkat kedewasaan kami sama sementara usia kami berbeda jauh. Walaupun kedewasaan bukan tentang usia, itu tentang sikap, tapi tetap saja, memalukan jika umurmu sudah banyak tapi tidak sesuai dengan tingkat kedewasaanmu.

Apalagi setelah ku bandingkan dengan mr. Charming, itu wajar jika dia bersikap dewasa. Karena memang sudah seharusnya dia begitu.

Yang membuatnya tampak berbeda pada awalnya Karena tidak ada cowok dalam lingkungan pergaulanku yang sedewasa dia, bahkan ketua angkatanku di Matematika yang seumuran dengan dia tidak sedewasa itu.

Tapi bagaimana pun dia tetaplah seorang anak. Sedewasa apa pun sikapnya, dia tetaplah seorang anak. Dan cowok. Suka main game, nonton bola, nonton anime, dan pastinya suka cewek. Utamanya cewek cantik.


 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template