6 November 2017
Namanya
Syahirul Alim. Lengkapnya Syahirul Alim, S.Pd.I.
Ya,
dia telah sarjana. Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulus dengan
predikat cumlaude. Congratulation, Bro. I’m proud of you.
Dia
sepupuku. Sepupu satu kali. Lumayan dekat. Terakhir bertemu dengannya ketika
aku berusia 4 tahun, tidak banyak hal yang bisa ku ingat ketika aku masih
berusia 4 tahun. Aku bahkan lupa bagaimana wajahnya saat kami pertama kali bertemu.
Dan baru bertemu lagi sekarang, 14 tahun kemudian.
Satu-satunya
hal yang ku ingat saat bertemu dengannya adalah aku pernah berkata jika besar
nanti aku ingin menikah dengannya. Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu
sampai aku bisa berkata seperti itu.
Dia
memiliki seorang kakak, Mursyid namanya. Kenapa aku mau menikah dengannya,
bukan dengan kakaknya? Pikirku saat itu Karena jika menikah dengan kakaknya
perbedaan usia kami terpaut jauh.
Rupanya
dia juga masih mengingat hal itu sampai sekarang.
Jika
memang boleh, aku sebenarnya tidak keberatan menikah dengannya. Apalagi sekarang
dia sudah \sarjana. Sudah punya bekal buat cari kerja. Dia juga kadang
menyebutku sebagai pacarnya, pacar kecil, atau apalah sejenisnya. Bagiku tidak
apa-apa, aku memang menyukainya, sebagai kakak tentunya, bukan sebagai pria.
Tapi,
semua itu berubah ketika negara api menyerang. Eh salah, ketika dia datang ke makassar
menemani ibunya berobat, aku mulai menyukainya sebagai seorang pria.
14
tahun bukanlah waktu yang singkat. 14 tahun tidak pernah bertemu, kontakan
hanya sekali-sekali, besar dan tumbuh di lingkungan yang benar-benar berbeda
dengan jenis pergaulan yang tentunya berbeda. Aku tidak tau apa apa tentangnya.
Bahkan sifat dasarnya aku tidak tau. Apa yang dia suka, dia tidak suka,
bagaimana caranya bersikap, aku tidak tau apa apa tentangnya.
Pertemuan
pertama dengannya setelah 14 tahun benar-benar terasa canggung. Aku tidak tau
harus bersikap bagaimana. Akhirnya aku bertemu sosok yang 14 tahun terakhir ini
hanya mendengar cerita tentangnya, berbicara dengannya melalui telpon, dan
melihat fotonya di media sosial.
Kesan
pertamaku saat bertemu dengannya : dia tidak seperti yang aku bayangkan.
Ya,
dia tidak seperti yang aku bayangkan. Dan aku menyukainya.
Aku
belum bisa menyimpulkan ini cinta atau bukan Karena terlalu cepat untuk
menyimpulkan hal itu. Tapi yang pasti aku menyukainya 😊
Lama
tidak berjumpa, ku pikir kami akan canggung satu sama lain. Saking lamanya
tidak bertemu sampai-sampai otakku mengidentifikasinya sebagai orang asing.
Orang
asing = orang baru dalam hidup = tidak pernah bertemu sebelumnya.
Otakku
mengelompokkannya seperti itu, padahal kami jelas-jelas pernah bertemu
sebelumnya. Bertahun-tahun yang lalu. Walaupun lama, tetap saja kami sudah
pernah bertemu. Jadi jelas dia bukan orang asing, apalagi orang baru dalam
hidupku. Entahlah. Mungkin ada salah satu syaraf otakku yang bergeser sampai
bisa salah mengidentifikasi orang.
Hal
itu mempengaruhi bagaimana caraku bersikap terhadapnya. System mekanisme
tubuhku akan
otomatis bertindak lain terhadap orang asing. Jika pada orang yang
telah ku kenal aku akan bersikap apa adanya, bahkan terkadang gila, pada orang
asing yang terjadi malah sebaliknya. Selama orang itu masih ku anggap sebagai
orang asing, aku tidak akan pernah bisa bersikap apa adanya di depannya. Aku
akan menjaga sikap, bahkan terkesan malu-malu, pendiam, dan hal-hal semacam
itu. Atau kadang sikapku tergantung dari bagaimana orang itu bersikap
terhadapku.
Di
luar dugaan, kak Alim justru bersikap bersahabat. Gampang akrab. Jadi walaupun
awalnya agak terasa canggung, lama kelamaan aku sudah bisa mulai bersikap apa
adanya di depannya.
Dia
bersikap manis terhadapku. Sangat manis malah. Kalau jalan berdua, dia pasti
merangkulku, menggenggam tanganku. Di rumah dia memperhatikan semua hal yang ku
lakukan. Menanyakan apakah aku sudah makan atau belum, menyemangati ku tiap aku
mengerjakan tugas, khawatir jika ada cowok yang dekat denganku, khawatir jika
terjadi apa-apa denganku, khawatir jika aku tidak memberinya kabar, bersedia
menghajar siapa saja yang menyakitiku. Itu semua sebenarnya hal yang wajar yang
dilakukan seorang kakak. Awalnya aku hanya menganggapnya perhatian seorang
kakak kepada adiknya. Tapi makin ke sini dia makin bersikap seakan-akan dia
menyukaiku.
Bagian
ini yang membuatku bingung. Dia bersikap seolah dia menyukaiku, padahal dia
sudah punya pacar. Hubungannya dengan pacarnya juga baik-baik saja. Tapi dia
selalu saja bilang cinta, panggil sayang, dan hal-hal semacam itu.
Aku
menanggapinya sebagai bentuk perhatian seorang kakak. Aku tidak terlalu serius
menanggapi pernyataan cintanya, Karena jelas-jelas dia Sudah punya pacar yang
kualitasnya jauh di atasku. Aku siapa? Aku tidak ada apa-apanya dibanding
pacarnya.
Alumni
pesantren. Guru TK. Jilbab besar.
Sedangkan
aku? Aku mahasiswa Matematika semester 3 yang bahkan belum tau apa itu cinta.
Hanya gadis polos biasa yang masih bisa dibodohi oleh cinta.
Aku
Cuma cewek biasa yang bisa luluh hanya dengan perhatian kecil yang diberikan
secara konstan.
Wanita
normal mana yang tidak akan luluh jika diberi perhatian terus menerus. Wanita
normal mana yang tidak akan goyah jika dibuat merasa seolah-olah dia one and
only. Aku Cuma wanita biasa yang lebih sering menggunakan perasaan, bukan
logika. Padahal kadang perasaan bisa sangat menipu.
Aku
akhirnya menanyakan padanya tentang sikapnya, aku hanya ingin meminta
kejelasan. Apakah dia benar-benar mencintaiku atau hanya ingin bercanda. Ketika
aku menanyakan hal itu, dia tidak memberikan sikap yang tegas, tidak memberikan
jawaban yang jelas, tidak mengatakan dengan jelas kalau dia mencintaiku. Dan
itu membuatku semakin bingung.
Aku
pun menganggapnya bercanda. Bukan tanpa alasan aku melakukan hal itu. Aku hanya
tidak ingin terluka. Aku hanya ingin melindungi hatiku. Terkesan egois memang.
Tapi aku tidak ingin lagi sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Aku tidak
ingin lagi menempatkan hatiku pada orang yang salah yang akan membuatku kecewa
kemudian.
Aku
kira sikapku itu sudah cukup baik untuk menanggapi hal ini. Tapi itu malah
membuat semuanya semakin runyam.
Ketika
aku bilang ke dia kalau aku hanya menganggap ini bercanda, dia kecewa. Dia
bilang aku PHP.
Di
sini aku yang korban. Tapi kenapa seketika statusku berubah jadi tersangka?
Ah..
entahlah. Masalah perasaan memang tidak pernah mudah. Dan ini membuat hubunganku
dengannya menjadi canggung.
Kak, aku memang
menyukaimu. Menyayangimu. Tapi terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa ini
cinta.
Jika kamu
mencintaiku, maka katakan dengan jelas. Semua sikap manismu membuatku bingung.
Kamu punya pacar, tapi kenapa kamu bersikap seakan-akan kamu mencintaiku?