Minggu, 14 Januari 2018

Story of MyBeloved Cousin

6 November 2017

Namanya Syahirul Alim. Lengkapnya Syahirul Alim, S.Pd.I.

Ya, dia telah sarjana. Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulus dengan predikat cumlaude. Congratulation, Bro. I’m proud of you.

Dia sepupuku. Sepupu satu kali. Lumayan dekat. Terakhir bertemu dengannya ketika aku berusia 4 tahun, tidak banyak hal yang bisa ku ingat ketika aku masih berusia 4 tahun. Aku bahkan lupa bagaimana wajahnya saat kami pertama kali bertemu. Dan baru bertemu lagi sekarang, 14 tahun kemudian.

Satu-satunya hal yang ku ingat saat bertemu dengannya adalah aku pernah berkata jika besar nanti aku ingin menikah dengannya. Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu sampai aku bisa berkata seperti itu.

Dia memiliki seorang kakak, Mursyid namanya. Kenapa aku mau menikah dengannya, bukan dengan kakaknya? Pikirku saat itu Karena jika menikah dengan kakaknya perbedaan usia kami terpaut jauh.
Rupanya dia juga masih mengingat hal itu sampai sekarang.

Jika memang boleh, aku sebenarnya tidak keberatan menikah dengannya. Apalagi sekarang dia sudah \sarjana. Sudah punya bekal buat cari kerja. Dia juga kadang menyebutku sebagai pacarnya, pacar kecil, atau apalah sejenisnya. Bagiku tidak apa-apa, aku memang menyukainya, sebagai kakak tentunya, bukan sebagai pria.

Tapi, semua itu berubah ketika negara api menyerang. Eh salah, ketika dia datang ke makassar menemani ibunya berobat, aku mulai menyukainya sebagai seorang pria.
14 tahun bukanlah waktu yang singkat. 14 tahun tidak pernah bertemu, kontakan hanya sekali-sekali, besar dan tumbuh di lingkungan yang benar-benar berbeda dengan jenis pergaulan yang tentunya berbeda. Aku tidak tau apa apa tentangnya. Bahkan sifat dasarnya aku tidak tau. Apa yang dia suka, dia tidak suka, bagaimana caranya bersikap, aku tidak tau apa apa tentangnya.

Pertemuan pertama dengannya setelah 14 tahun benar-benar terasa canggung. Aku tidak tau harus bersikap bagaimana. Akhirnya aku bertemu sosok yang 14 tahun terakhir ini hanya mendengar cerita tentangnya, berbicara dengannya melalui telpon, dan melihat fotonya di media sosial.

Kesan pertamaku saat bertemu dengannya : dia tidak seperti yang aku bayangkan.

Ya, dia tidak seperti yang aku bayangkan. Dan aku menyukainya.

Aku belum bisa menyimpulkan ini cinta atau bukan Karena terlalu cepat untuk menyimpulkan hal itu. Tapi yang pasti aku menyukainya 😊

Lama tidak berjumpa, ku pikir kami akan canggung satu sama lain. Saking lamanya tidak bertemu sampai-sampai otakku mengidentifikasinya sebagai orang asing.

Orang asing = orang baru dalam hidup = tidak pernah bertemu sebelumnya.

Otakku mengelompokkannya seperti itu, padahal kami jelas-jelas pernah bertemu sebelumnya. Bertahun-tahun yang lalu. Walaupun lama, tetap saja kami sudah pernah bertemu. Jadi jelas dia bukan orang asing, apalagi orang baru dalam hidupku. Entahlah. Mungkin ada salah satu syaraf otakku yang bergeser sampai bisa salah mengidentifikasi orang.

Hal itu mempengaruhi bagaimana caraku bersikap terhadapnya. System mekanisme tubuhku akan 
otomatis bertindak lain terhadap orang asing. Jika pada orang yang telah ku kenal aku akan bersikap apa adanya, bahkan terkadang gila, pada orang asing yang terjadi malah sebaliknya. Selama orang itu masih ku anggap sebagai orang asing, aku tidak akan pernah bisa bersikap apa adanya di depannya. Aku akan menjaga sikap, bahkan terkesan malu-malu, pendiam, dan hal-hal semacam itu. Atau kadang sikapku tergantung dari bagaimana orang itu bersikap terhadapku.

Di luar dugaan, kak Alim justru bersikap bersahabat. Gampang akrab. Jadi walaupun awalnya agak terasa canggung, lama kelamaan aku sudah bisa mulai bersikap apa adanya di depannya.

Dia bersikap manis terhadapku. Sangat manis malah. Kalau jalan berdua, dia pasti merangkulku, menggenggam tanganku. Di rumah dia memperhatikan semua hal yang ku lakukan. Menanyakan apakah aku sudah makan atau belum, menyemangati ku tiap aku mengerjakan tugas, khawatir jika ada cowok yang dekat denganku, khawatir jika terjadi apa-apa denganku, khawatir jika aku tidak memberinya kabar, bersedia menghajar siapa saja yang menyakitiku. Itu semua sebenarnya hal yang wajar yang dilakukan seorang kakak. Awalnya aku hanya menganggapnya perhatian seorang kakak kepada adiknya. Tapi makin ke sini dia makin bersikap seakan-akan dia menyukaiku.

Bagian ini yang membuatku bingung. Dia bersikap seolah dia menyukaiku, padahal dia sudah punya pacar. Hubungannya dengan pacarnya juga baik-baik saja. Tapi dia selalu saja bilang cinta, panggil sayang, dan hal-hal semacam itu.

Aku menanggapinya sebagai bentuk perhatian seorang kakak. Aku tidak terlalu serius menanggapi pernyataan cintanya, Karena jelas-jelas dia Sudah punya pacar yang kualitasnya jauh di atasku. Aku siapa? Aku tidak ada apa-apanya dibanding pacarnya.

Alumni pesantren. Guru TK. Jilbab besar.

Sedangkan aku? Aku mahasiswa Matematika semester 3 yang bahkan belum tau apa itu cinta. Hanya gadis polos biasa yang masih bisa dibodohi oleh cinta.

Aku Cuma cewek biasa yang bisa luluh hanya dengan perhatian kecil yang diberikan secara konstan.
Wanita normal mana yang tidak akan luluh jika diberi perhatian terus menerus. Wanita normal mana yang tidak akan goyah jika dibuat merasa seolah-olah dia one and only. Aku Cuma wanita biasa yang lebih sering menggunakan perasaan, bukan logika. Padahal kadang perasaan bisa sangat menipu.

Aku akhirnya menanyakan padanya tentang sikapnya, aku hanya ingin meminta kejelasan. Apakah dia benar-benar mencintaiku atau hanya ingin bercanda. Ketika aku menanyakan hal itu, dia tidak memberikan sikap yang tegas, tidak memberikan jawaban yang jelas, tidak mengatakan dengan jelas kalau dia mencintaiku. Dan itu membuatku semakin bingung.

Aku pun menganggapnya bercanda. Bukan tanpa alasan aku melakukan hal itu. Aku hanya tidak ingin terluka. Aku hanya ingin melindungi hatiku. Terkesan egois memang. Tapi aku tidak ingin lagi sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Aku tidak ingin lagi menempatkan hatiku pada orang yang salah yang akan membuatku kecewa kemudian.

Aku kira sikapku itu sudah cukup baik untuk menanggapi hal ini. Tapi itu malah membuat semuanya semakin runyam.

Ketika aku bilang ke dia kalau aku hanya menganggap ini bercanda, dia kecewa. Dia bilang aku PHP.
Di sini aku yang korban. Tapi kenapa seketika statusku berubah jadi tersangka?

Ah.. entahlah. Masalah perasaan memang tidak pernah mudah. Dan ini membuat hubunganku dengannya menjadi canggung.

Kak, aku memang menyukaimu. Menyayangimu. Tapi terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa ini cinta.
Jika kamu mencintaiku, maka katakan dengan jelas. Semua sikap manismu membuatku bingung. Kamu punya pacar, tapi kenapa kamu bersikap seakan-akan kamu mencintaiku?
 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template