Senin, 27 Mei 2019

Dear Diary #5 - Perihal Lebaran




Mawang, 28 Mei 2018

Lebaran tinggal menghitung hari. Lebaran merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang. Apalagi bagi mahasiswa yang merantau seperti diriku. Pulang ke rumah saat lebaran, berkumpul kembali Bersama keluarga adalah hal yang paling dinantikan.

Lebaran tahun lalu aku tidak pulang karena satu dan lain hal. Jadi aku berharap sekali lebaran tahun ini bisa pulang dan berkumpul Bersama mama dan bapak.

Entah aku harus menyebut ini hukuman atau apa, seakan belum cukup menyiksaku dengan tahun lalu tidak lebaran Bersama bapak dan mama, tahun ini pun Sang Pemilik Waktu belum mengizinkanku untuk lebaran Bersama mama dan bapak.

Bukan. Bukan karena tidak bisa pulang. Aku bisa pulang. Tahun ini aku pulang dan lebaran di Selayar. Insya Allah. Tapi mama dan bapak yang tidak ada di Selayar. Mereka mau ke Mataram, lebaran di kampungnya mama.

Aku bisa saja ikut dengan mereka. Ikut ke Mataram. Ikut berlebaran di kampungnya mama. Lagipula sudah satu tahun aku tidak ke Mataram. Terakhir ke Mataram itu tahun lalu. Sebulan sebelum menikah.

Tapi ada hal yang membuatku tidak bisa segampang itu pergi.

Ada yang ku rindukan di Selayar. Sangat-sangat ku rindukan. Yang ku pikirkan hampir di setiap tarikan nafasku. Yang ku doakan kebaikan, kesehatan, dan keselamatannya hampir setiap waktu.

Ada buah hatiku di Selayar. Ada bocah kecilku yang sudah berpisah dariku sejak umurnya baru memasuki usia 6 bulan. Dan aku terakhir bertemu dengannya dua bulan yang lalu.

Aku sudah berusaha bernegosiasi dengan bapak agar diizinkan ikut ke Mataram dan juga membawa Aisyah. Tapi bapak tidak mau. Katanya kasihan kalau mau bawa bayi. Aku tidak tau itu merupakan alasan yang sebenarnya atau ada alasan lain dibalik itu.

Jadilah aku memutuskan untuk tidak jadi ikut ke Mataram dan lebih memilih lebaran di Selayar Bersama bocah kecilku.

Tapi…

Sebagian hatiku masih belum mau menerima kenyataan ini. Ingin rasanya aku marah. Ingin rasanya aku protes. Kenapa? Kenapa setelah menikah, seorang anak gadis tidak bisa lagi ikut kemana-mana dengan orangtuanya?

Benar kata pepatah. “Perempuan setelah menikah, di keluarga suaminya dia orang asing, di keluarganya sendiri dia tamu”.

Laki-laki tidak akan pernah paham masalah ini. Karena dia tidak merasakan apa yang dirasakan perempuan.

Aku hanya ingin lebaran Bersama mama dan bapak. Di rumahku. Ataupun di Mataram. Atau dimana saja. Aku tidak peduli. Yang penting sama mama dan bapak.

Karena sebaik apapun keluarga laki-laki memperlakukanmu, rasanya tidak akan pernah senyaman di rumah.

Minggu, 26 Mei 2019

Hey Masa Lalu! Apa Kabar? Aku Rindu!


Mawang, 27 Mei 2019

Pernah dengar kuote yang berbunyi kurang lebih “Akan ada saat ketika kamu melihat dirinya, rasanya akan biasa saja” ?

Aku yakin kalian pasti tidak asing dengan kata Mutiara tersebut. Kalimat itu sering muncul dan berseliweran di semua media sosial, baik itu facebook, whatsapp, maupun Instagram.

Awalnya aku mengaminkan kata Mutiara tersebut. Tentu saja aku akan merasa biasa saja jika bertemu mantan. Karena itu memang harus. Aku HARUS merasa biasa saja. WAJIB. Kenapa? Karena aku adalah wanita yang sudah berstatus istri orang. Sama sekali tidak etis jika aku masih memiliki perasaan terhadap orang lain, bukan?

Tapi nyatanya aku hanyalah manusia biasa. Aku hanyalah seorang remaja yang kebetulan jodohnya datang lebih cepat dari seharusnya sehingga harus menikah disaat teman-temanku yang lain masih galau-galauan tentang cinta, jodoh, dan cowok yang ditaksirnya.

Ku pikir aku sudah menyelesaikan perasaanku dengannya sejak kami memutuskan untuk berpisah. Aku bahkan tidak ingat alasan kami berpisah. Aku pikir semuanya sudah selesai. Kisahku dengannya hanyalah salah satu kisah cinta masa SMAku yang pastinya akan menjadi bahan obrolan saat reuni nanti.

Sayangnya, itu semua hanya pikiranku. Hatiku tidak mengatakan demikian. Hatiku tidak baik-baik saja setiap membahas tentangnya. Apapun yang berhubungan dengannya, aku tidak pernah baik-baik saja dengan itu semua. Chatnya di grup alumni, statusnya di Instagram, tulisanku di blog tentangnya, aku tidak pernah biasa saja saat melihat itu semua. Ada sedikit sesak di dada.

Berdamai dengan diri sendiri? Berdamai dengan masa lalu? Berdamai dengan hati? Jujur dengan diri sendiri? Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu semua jika dadaku masih saja sesak tiap kali hal tentangmu melintas di pikiran?

Mungkin ini tidak etis, tidak wajar, tidak boleh, tidak seharusnya ku lakukan, tapi izinkan aku mengungkapkan tentang perasaanku melalui tulisan ini, toh sangat kecil kemungkinan dia akan membaca tulisan ini. Juga sangat kecil kemungkinan orang yang mengenalku di dunia nyata membaca tulisan ini, jadi izinkanlah aku meluapkan perasaanku.

Hey Masa Lalu!
Apa Kabar?
Aku rindu
Ku harap kamu baik-baik saja dan selalu dalam lindungan Allah
Tidak bisakah kita berteman akrab layaknya teman yang lain?
Layaknya seperti aku dan jalil, laits, hafidz, dan teman-temanmu yang lain?
Atau seperti kamu dan dilla, nuni, ika, fitri dan teman-temanku yang lain?
Tidak bisakah kita seperti itu?
Demi Tuhan, Aku rindu.


Ada Beberapa Orang #2


Mawang, 14 April 2019

Aku tidak tau dengan kalian, tapi bagiku ada beberapa orang dalam hidup yang walaupun statusnya bukan siapa-siapa tapi dia memiliki tempat khusus di hatiku. Sebelumnya aku juga sudah pernah menulis tentang hal ini. Temanya sama. Tentang orang lain. Tapi sebelumnya aku menulis tentang orang-orang yang awalnya tampak mengagumkan, tetapi seiring berjalannya waktu dia berubah menjadi orang yang biasa saja.

Tapi yang kali ini akan ku ceritakan beda dari yang sebelumnya. Nama orang-orang yang akan ku masukkan ke tulisanku kali ini tidak akan pernah kehilangan charisma mereka. Jadi sampai kapanpun, mereka akan tetap hebat dan mengagumkan di mataku.

Yang pertama, Zulham Anugrah. FYI, aku tersenyum saat menulis namanya tadi. Dia seniorku. Senior di pesantren dan di Aliyah. Tapi kami mulai akrab waktu di Aliyah. Aku lupa kapan tepatnya aku mulai menyimpan rasa pada seniorku yang satu ini. Yang ku ingat hanyalah bagaimana dulu aku selalu berusaha mencubit pipinya yang chubby itu, dan dia akan menghindar tentu saja. Dan matanya. Ah, aku tidak akan pernah bisa melupakan mata itu. Sepasang mata sipit yang senantiasa tampak seperti sedang memakai cilla’ tapi ternyata tidak.

Dia cerdas, mungkin juga pintar, dan juga cukup bijaksana menurutku.

Pernah sekali aku iseng bertanya ke mama bagaimana kalau misalnya aku menikah dengan kak Zul? Dan kalian tau bagaimana reaksiku mamaku? “Mau kamu kasih makan apa dia? Masak aja gak bisa!”. Rupanya mama lebih peduli pada kak Zul daripada denganku. Buktinya mama khawatir kak Zul akan makan apa jika menikah denganku. Hmm…

Yang kedua adalah… siapa ya yang kedua? *thinkinghard*

Sepertinya tidak ada hehehe. Sepertinya hanya kak Zul satu-satunya orang yang walaupun aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya tapi dia mempunyai tempat khusus di hatiku. Aku selalu mengaguminya, sejak dulu dan entah sampai kapan.

Kalau aku nanti ketemu lagi orang seperti kak Zul pasti akan ku ceritakan. Hari ini cukup sampai di sini. Bye.

Dear Diary #4



Selayar, 10 Februari 2018

Libur semester udah jalan 10 hari. Dan aku sudah 5 hari di kampung. Itu seharusnya sudah cukup lama. Dulu, waktu SMA libur dua minggu itu sudah lama sekali. Tapi sekarang, kuliah, libur satu bulan rasanya masih belum cukup. Masih kurang lama.

Fakultas lain liburnya satu setengah bulan, jurusanku Cuma satu bulan, itu pun dipotong.

Belum juga hilang stress yang kemarin akibat laporan dan lambat pulang, hari ini harus dapat kabar kalau kuliah dimulai lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.

Akademik kampus mengumumkan kuliah Perdana dimulai pada tanggal 1 Maret. Tapi entah mengapa, jurusanku malah memajukan jadwal kuliah Perdana menjadi 26 Februari. Memang sih hanya dimajukan 3 hari, tapi dalam waktu 3 hari itu masih banyak hal yang bisa ku lakukan di kampung.

Gak tau kenapa, tapi semester kemarin rasanya lebih berat daripada dua semester sebelumnya. Awalnya semuanya baik-baik saja. Berjalan lancar dan biasa-biasa saja. Bagaikan bom waktu, menjelang akhir semester semuanya berubah menjadi berat, berantakan, dan benar-benar membuatku tertekan.

Aku tidak tau apa yang membuat akhir semester kemarin terasa lebih horror dari biasanya. Mungkin karena laporan yang semuanya bertumpuk di akhir dan dipaksa untuk segera menyelesaikannya, mungkin karena keinginan untuk pulang karena belum pernah pulang selama semester kemarin, mungkin karena jadwal kuliah yang berantakan yang memaksa untuk mengejar pertemuan. Entahlah. Aku tidak tau yang mana. Tapi hal itu berhasil membuatku drop dan akhirnya sakit.

Nafsu makan berantakan. Tidak seperti biasanya. Perut tidak bersahabat. Apapun yang masuk ditolak. Mual sepanjang waktu. Pokoknya gak enak banget.

Sekarang, di kampung, di rumah, aku berusaha mengembalikan nafsu makanku yang dulu. Tapi rupanya sakit akibat stress kemarin masih ada pengaruhnya sampai sekarang. Aku menjadi gampang lapar, dan laparnya itu langsung lapar banget, gak bisa sabar nunggu. Kalau kelamaan tahan lapar, aku pasti mual. Dan juga tidak bisa makan banyak, tidak bisa kenyang sekali, karena kalau kenyang sekali aku juga pasti mual. Efek stress kemarin masih ada tersisa sedikit.

Belum hilang betul efek stress, sekarang harus dapat kabar kalau jadwal kuliah dimajukan dari yang seharusnya.

Ya Allah, aku tau Engkau tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hamba-Mu. Jika menurut-Mu aku bisa melewati semua ini, pastilah Kau mengira aku sangat hebat.

Hanya dengan memikirkan betapa susahnya aku melewati akhir semester kemarin sudah cukup untuk membuatku kembali merasa stress dan mual.

Hanya dengan memikirkannya saja membuatku tidak sanggup untuk kembali ke samata semester ini. Tapi, bagaimana pun aku harus tetap kembali bukan? Ini sudah menjadi pilihanku, jadi aku harus tetap menjalaninya apapun yang terjadi.

Ya Allah, berilah aku kekuatan untuk melewati semua ini.

Kamis, 23 Mei 2019

My Sharing Partner


Manusia adalah adalah makhluk sosial, itu fakta dan tidak ada yang bisa membantahnya. Sebagai individu, kita membutuhkan individu lain untuk menjalani hidup. Walaupun ada beberapa yang mengaku bahwa dia bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain, tapi tetap saja kau tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupmu jika tak ada orang lain yang berjasa menyediakan semua itu.

Dan perempuan tampaknya merupakan makhluk yang lebih sosial dibanding laki-laki. Itulah mungkin mengapa kelompok sosialita isinya rata-rata adalah perempuan. Karena perempuan suka bersosialisasi, suka bergaul, suka cerita, suka berbagi, suka curhat.

Nah, bicara masalah curhat, ini pastinya mengenai masalah pribadi yang tidak semua orang boleh tau. Kecuali bagi mereka remaja alay yang masih dalam tahap pencarian jati diri yang curhatnya di media sosial. Mungkin mereka pikir masalahnya termasuk ke dalam Problematika Umat yang semua orang harus tau dan kemudian diadakan konferensi PBB hanya untuk menyelesaikan masalahnya, yang aku yakin tidak akan jauh-jauh dari masalah pacaran, teman, PHO, PHP, javascript, html, oke aku mulai ngawur. Itu Bahasa pemrograman.

Tidak semua orang dapat dijadikan partner curhat dan tidak semua orang dapat menjadi partner curhat yang baik. Ada yang hanya sekedar mendengarkan tanpa memberikan saran yang kita butuhkan, ada yang mendengarkan hanya karena sekedar ingin tau bukan karena peduli, ada yang bahkan tidak peduli sama sekali. Zaman sekarang susah mencari teman yang benar-benar mau mendengarkan curhatanmu. Kebanyakan dari mereka hanya ingin tau apa yang terjadi lalu kemudian dijadikan bahan gossip tanpa benar-benar peduli dengan perasaanmu.

Ada quotes yang mengatakan “Rezeki itu bukan Cuma berupa uang. Teman yang baik juga merupakan rezeki.” Aku tidak tau siapa yang mengatakan itu karena itu sudah beredar luas di dunia maya tanpa mencantumkan nama pembuatnya.

Quote itu ada benarnya. Benar sekali malah. Dan aku berterima kasih kepada Allah, sangat-sangat bersyukur kepada Allah karena Dia telah memberikanku teman-teman yang baik seakan tidak peduli sudah berapa banyak dosa yang telah ku perbuat.

Aku mempunyai teman-teman yang baik. Banyak teman-teman baik. Teman dekat. Sahabat baik. Tapi tidak semua dari mereka menjadi partner curhatku. Bukan dengan sengaja aku memilih siapa saja yang menjadi partner curhatku. Ini terjadi begitu saja. Saat kamu bisa benar-benar terbuka dengan seseorang, saat kamu merasa dimengerti oleh orang lain tanpa harus menjelaskannya lebih banyak, saat dia tau apa yang kamu rasakan dan juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan, saat pikiranmu dan pikirannya seakan menyatu. Dia tau apa yang kamu mau, paham apa yang kamu rasakan. Dan begitu juga sebaliknya. Kalian saliang memahami satu sama lain sama baiknya dengan memahami diri kalian sendiri. Ya, kurang lebih seperti itulah yang terjadi saat aku memilih siapa saja yang menjadi partner curhatku.

Rencananya aku ingin mengenalkan kepada kalian siapa saja mereka, orang-orang aneh yang entah bagaimana sepertinya dapat bertelepati denganku tanpa ku sadari hal itu. Tapi karena tulisan ini sudah terlalu Panjang, aku akan melanjutkannya di lain waktu.

See You Next Time‼

Nb : jika kamu menemukan seseorang seperti ciri-ciri yang ku katakan di atas, aku akan sangat bahagia jika kamu mau menceritakannya padaku

Dear Diary #3



Saat merasa tidak enak atau sedang badmood, aku hanya butuh seseorang untuk ku peluk. Tapi bukan sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu. Hanya mereka yang memang sudah biasa ku peluk. Mama. Bapak. Kiky. Nuni. Sukri. Walaupun sudah tidak Bersama Sukri, aku tetap tidak dapat mengeluarkannya dari daftar karena hingga saat ini aku masih merasa nyaman saat didekatnya.

Aku hanya butuh sebuah pelukan. Hanya sebuah pelukan, dan itu sudah mampu membuatku merasa lebih baik. Sayangnya aku sekarang sedang sendiri dan mereka semua jauh. Aku tidak tau apa yang terjadi dan mengapa aku merasa seperti ini. Tapi yang pasti sekarang aku sedang tidak baik-baik saja. Dan saat seperti ini aku benar-benar membutuhkan seseorang untuk berada di sampingku. Untuk menenangkanku. Setidaknya untuk memberiku sebuah pelukan hangat.

Aku rindu mereka. Aku ingin mereka ada di sini. Ini bukanlah suatu kondisi yang mana aku bisa menyelesaikannya sendiri. Ada yang mengganjal di hati. Dan aku tidak tau apa itu.

Dulu, saat masih Bersama Sukri, jika sedang sedih aku pasti ingin dia ada didekatku. Ingin ku ceritakan semua penyebab kesedihanku. Ingin ku menangis dipelukannya dan melepaskan semua beban di hati. Tapi entah mengapa, aku tidak pernah bisa menangis di depan Sukri. Bahkan saat dia memperlakukanku dengan tidak pantas, tidak setetes air mata pun yang keluar, padahal mungkin kebanyakan perempuan akan menangis saat diperlakukan seperti itu.

Now,I have no ONE. Aku tidak sedang Bersama siapa-siapa. Benar-benar sendiri. Jauh dari orang tua dan sahabat-sahabatku. Jauh dari orang-orang yang ku sayang. Jauh dari zona aman dan zona nyamanku. Jauh dari semua hal yang ku sukai, yang ku sayangi, yang ku cintai.


 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template