Jumat, 09 Februari 2018

Boys Always Will be Boys



Borong, 15 November 2017

Aku tau ini salah. Tidak sepenuhnya salah sebenarnya. Tapi tetap saja tidak dapat dapat dibenarkan jika menyukai seseorang yang sudah punya pacar. Pacar ya. Pacar. Bukan istri. Belum. Jadi aku tidak sepenuhnya salah Karena dia masih milik orangtuanya, bukan milik pacarnya. Belum.

Ku akui, aku mulai menyukainya. Bahkan kadang menganggap bahwa kami benar-benar sedang menjalin sebuah hubungan. Tapi itu hanya perasaanku saja. Hanya pemikiranku. Perasaannya terhadapku, pemikirannya terhadapku, itu tidak penting.

Jika pun dia tidak benar-benar mencintaiku, itu tak apa.

Aku sudah cukup jauh memainkan permainan ini. Sudah terlanjur basah. Jadi sekalian saja mandi.
Jika dia pada akhirnya mengaku tidak mencintaiku, itu tak apa. Karena aku akhirnya bisa berhenti memainkan permainan ini. Berpura-pura percaya bahwa dia benar-benar mencintaiku.

Aku memang tampak polos. Tapi aku tidak sepolos itu. Setidaknya aku tidak akan mudah percaya begitu saja dengan kata-kata cinta.

Nampak kok mana yang asli mana yang palsu. Mana yang beneran sayang mana yang Cuma mau main-main.

Perhatian, sikap, kata-kata, semuanya yang dia lakukan terhadapku, ku akui itu semua manis. Sangat manis. Tapi tetap saja, yang tulus dan hanya main-main pasti berbeda. Yang dia lakukan itu manis, tapi tidak pake rasa.

Aku memang sering Nampak tersipu malu dan salah tingkah saat dia bertingkah manis, tapi dia tidak membuat jantungku berdebar tidak karuan. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia tidak benar-benar menyayangiku.

Aku berani bertaruh, pulang dari sini dia tidak akan mengingatku lagi. Jangankan bertingkah manis, chat pun aku yakin tidak akan pernah.

Lagi pula tampaknya kami tidak cocok. Aku tidak bisa memahaminya. Belum. Aku masih belajar. Tapi bagaimana mungkin aku bisa paham sifatnya yang sebenarnya jika yang dia tunjukkan dihadapanku lebih banyak kepura-puraan. Dia menyuruhku untuk terbuka, ngambek jika ada yang tidak ku beritahukan. Sementara dia, jangankan cerita, pinjam hp saja tidak boleh. Itu tidak adil. Tapi aku tidak marah. Aku tidak ngambek. Karena aku tau, aku paham, aku mengerti, aku tidak sepenting itu dihidupnya.

Empat tahun Bersama Sukri dan masih banyak hal tentang Sukri  yang tidak ku pahami. Lantas bagaimana mungkin aku bisa memahaminya yang bahkan baru bertemu (lagi) satu bulan yang lalu?
Dia terlalu sensitif. Aku selalu salah di matanya. Aku Lelah menjadi pihak yang selalu mengerti, pihak yang selalu mengalah.

Boy always will be boy. Cowok akan tetap jadi cowok.

Awalnya dia tampak berbeda. Apalagi bagian bersikap dewasa. Ya dia sangat dewasa menurutku. Tapi itu tidak mengherankan. Sudah sewajarnya dia seperti itu, dia 5 tahun lebih tua dariku. Keterlaluan namanya jika tingkat kedewasaan kami sama sementara usia kami berbeda jauh. Walaupun kedewasaan bukan tentang usia, itu tentang sikap, tapi tetap saja, memalukan jika umurmu sudah banyak tapi tidak sesuai dengan tingkat kedewasaanmu.

Apalagi setelah ku bandingkan dengan mr. Charming, itu wajar jika dia bersikap dewasa. Karena memang sudah seharusnya dia begitu.

Yang membuatnya tampak berbeda pada awalnya Karena tidak ada cowok dalam lingkungan pergaulanku yang sedewasa dia, bahkan ketua angkatanku di Matematika yang seumuran dengan dia tidak sedewasa itu.

Tapi bagaimana pun dia tetaplah seorang anak. Sedewasa apa pun sikapnya, dia tetaplah seorang anak. Dan cowok. Suka main game, nonton bola, nonton anime, dan pastinya suka cewek. Utamanya cewek cantik.


 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template