Borong, 15 November 2017
Aku tau ini salah. Tidak
sepenuhnya salah sebenarnya. Tapi tetap saja tidak dapat dapat dibenarkan jika
menyukai seseorang yang sudah punya pacar. Pacar ya. Pacar. Bukan istri. Belum.
Jadi aku tidak sepenuhnya salah Karena dia masih milik orangtuanya, bukan milik
pacarnya. Belum.
Ku akui, aku mulai menyukainya.
Bahkan kadang menganggap bahwa kami benar-benar sedang menjalin sebuah
hubungan. Tapi itu hanya perasaanku saja. Hanya pemikiranku. Perasaannya
terhadapku, pemikirannya terhadapku, itu tidak penting.
Jika pun dia tidak benar-benar
mencintaiku, itu tak apa.
Aku sudah cukup jauh memainkan
permainan ini. Sudah terlanjur basah. Jadi sekalian saja mandi.
Jika dia pada akhirnya mengaku
tidak mencintaiku, itu tak apa. Karena aku akhirnya bisa berhenti memainkan
permainan ini. Berpura-pura percaya bahwa dia benar-benar mencintaiku.
Aku memang tampak polos. Tapi aku
tidak sepolos itu. Setidaknya aku tidak akan mudah percaya begitu saja dengan
kata-kata cinta.
Nampak kok mana yang asli mana
yang palsu. Mana yang beneran sayang mana yang Cuma mau main-main.
Perhatian, sikap, kata-kata,
semuanya yang dia lakukan terhadapku, ku akui itu semua manis. Sangat manis.
Tapi tetap saja, yang tulus dan hanya main-main pasti berbeda. Yang dia lakukan
itu manis, tapi tidak pake rasa.
Aku memang sering Nampak tersipu malu
dan salah tingkah saat dia bertingkah manis, tapi dia tidak membuat jantungku
berdebar tidak karuan. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia tidak benar-benar
menyayangiku.
Aku berani bertaruh, pulang dari
sini dia tidak akan mengingatku lagi. Jangankan bertingkah manis, chat pun aku
yakin tidak akan pernah.
Lagi pula tampaknya kami tidak
cocok. Aku tidak bisa memahaminya. Belum. Aku masih belajar. Tapi bagaimana
mungkin aku bisa paham sifatnya yang sebenarnya jika yang dia tunjukkan
dihadapanku lebih banyak kepura-puraan. Dia menyuruhku untuk terbuka, ngambek
jika ada yang tidak ku beritahukan. Sementara dia, jangankan cerita, pinjam hp
saja tidak boleh. Itu tidak adil. Tapi aku tidak marah. Aku tidak ngambek.
Karena aku tau, aku paham, aku mengerti, aku tidak sepenting itu dihidupnya.
Empat tahun Bersama Sukri dan
masih banyak hal tentang Sukri yang
tidak ku pahami. Lantas bagaimana mungkin aku bisa memahaminya yang bahkan baru
bertemu (lagi) satu bulan yang lalu?
Dia terlalu sensitif. Aku selalu
salah di matanya. Aku Lelah menjadi pihak yang selalu mengerti, pihak yang
selalu mengalah.
Boy always will be boy. Cowok
akan tetap jadi cowok.
Awalnya dia tampak berbeda.
Apalagi bagian bersikap dewasa. Ya dia sangat dewasa menurutku. Tapi itu tidak
mengherankan. Sudah sewajarnya dia seperti itu, dia 5 tahun lebih tua dariku.
Keterlaluan namanya jika tingkat kedewasaan kami sama sementara usia kami
berbeda jauh. Walaupun kedewasaan bukan tentang usia, itu tentang sikap, tapi
tetap saja, memalukan jika umurmu sudah banyak tapi tidak sesuai dengan tingkat
kedewasaanmu.
Apalagi setelah ku bandingkan
dengan mr. Charming, itu wajar jika dia bersikap dewasa. Karena memang sudah
seharusnya dia begitu.
Yang membuatnya tampak berbeda
pada awalnya Karena tidak ada cowok dalam lingkungan pergaulanku yang sedewasa
dia, bahkan ketua angkatanku di Matematika yang seumuran dengan dia tidak
sedewasa itu.
Tapi bagaimana pun dia tetaplah
seorang anak. Sedewasa apa pun sikapnya, dia tetaplah seorang anak. Dan cowok.
Suka main game, nonton bola, nonton anime, dan pastinya suka cewek. Utamanya
cewek cantik.