Selayar, 13 Februari 2018
Hari Ahad kemarin, aku dan
keluarga berencana mau liburan ke pantai. Anak rantau pulang ke kampung dari
kota dan belum pernah ketemu pantai selama enam bulan. Jadilah Ahad kemarin
kami pergi mencari pantai mana yang kira-kira cocok untuk didatangi kali ini.
Dulu, waktu masih anak-anak,
hampir setiap pekan kami pergi liburan ke pantai. Entah itu untuk rekreasi atau
hanya sekedar berenang. Bahkan saat kelas tiga Aliyah, sesudah Ujian Nasional,
sambil menunggu pengumuman, kami pun pergi ke pantai hanya untuk sekedar
makan-makan dan berenang.
Salah satu hal yang hebat dari
tinggal di pulau adalah kamu bisa main di pantai kapan saja tanpa harus bayar
biaya masuk, kecuali memang untuk beberapa tempat wisata yang ada pengelolanya.
Toh uang yang kita pakai untuk bayar juga digunakan untuk kemajuan tempat
wisata tersebut.
Tapi itu dulu.
Sekarang, bahkan rasanya belum
genap satu tahun aku menjadi mahasiswa, saat pulang liburan semester kemarin
aku sebenarnya sudah melihat papan tanda ini, tapi itu belum terlalu
menggangguku, mungkin karena aku masih belum terlalu memikirkannya.
Tapi kemarin, saat aku dan
keluargaku berniat untuk liburan di pantai, aku kembali melihat papan tanda
tersebut. Papan tanda kepemilikan. Papan tanda kepemilikan tanah. Awalnya papan
tanda ini tidak ada. Entah sejak kapan papan tanda ini muncul. Tidak hanya
sekedar papan tanda kepemilikan, pantai tersebut juga dipasangkan pagar kawat
besi agar tidak ada lagi yang bisa bebas keluar masuk ke pantai tersebut.
Bukan hanya pada satu lokasi itu
saja, sepanjang garis pantai juga ada papan tanda kepemilikan yang lain dan
juga pagar kawat besi yang lain.
Kita tidak lagi bebas bermain di
pantai seperti saat dulu aku masih anak-anak.
Sekarang setiap orang mengklaim
pinggir pantai sebagai milik mereka masing-masing.
Entah apa yang menyebabkan hal
ini.
Awalnya hanya satu orang yang
melakukan hal tersebut. Dia mengklaim pinggir pantai sebagai miliknya,
membangun resort, dan memberlakukan biaya masuk untuk setiap wisatawan yang
ingin bermain di pantai tersebut.
Tidak lama, ada orang lain yang
juga membuat resort di tempat yang sama. Maka jadilah dua resort berdekatan
pada satu garis pantai.
Mungkin karena hal itu maka orang
lain pun ingin mengklaim pinggir pantai milik mereka juga.
Hal ini kemudian membuatku
bertanya-tanya. Pinggir pantai sebenarnya milik siapa? Bukankah itu seharusnya
tanah milik pemerintah? Jika itu milik pemerintah, lalu kenapa bisa ada orang
yang mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya?