Minggu, 25 Februari 2018

Dear Diary #2



Samata, 6 Januari 2018

Hampa

Pernahkah kamu merasa begitu? Kosong. Hampa. Tidak ada apa-apa. Benar-benar kosong. Saat kalian tidak punya perasaan terhadap apapun atau siapapun. Tidak menyukai, mengagumi, menyayangi, ataupun mencintai seseorang. Pernah? Jika pernah berarti kamu mengerti apa yang sedang ku rasakan saat ini.

Tidak benar-benar kosong sih sebenarnya. Karena aku masih punya teman-teman dan sahabat-sahabatku di sampingku. Dengan adanya mereka semua aku masih tetap dapat tertawa, tersenyum, bercanda, bahagia. Aku sebenarnya tetap bahagia apapun yang terjadi. Berusaha bahagia lebih tepatnya. Bagaimana mungkin kamu bisa membahagiakan orang lain jika kamu tidak bisa membahagiakan dirimu sendiri, bukan?

Walaupun begitu entah kenapa aku merasa kurang. Rasanya ada yang tidak lengkap. Aku merasa seperti… entahlah. Aku tidak tau istilah yang tepat untuk mengekspresikannya, untuk menggambarkannya, untuk mendeskripsikan apa yang sedang ku rasakan saat ini.

Hampa. Kosong.
Mungkin itu istilah yang hampir benar walaupun mungkin kurang tepat. Tapi aku tidak menemukan kata lain selain dua kata tersebut.

Aku sekarang sedang tidak merasakan perasaan apapun terhadap orang lain. Khusunya lawan jenis. Karena tentu saja, aku sayang kepada sahabat-sahabatku, sekelompok orang gila yang pura-pura waras di hadapan orang lain. Namun bukan itu yang ku maksud. Yang pernah merasakan perasaan seperti ini pastilah paham apa yang ku maksud. Yang belum pernah merasakan hal seperti ini maka kamu beruntung, karena perasaan ini hampir sama dengan rindu, menyiksa.

Setelah putus dari Sukri, putus yang benar-benar putus – karena sebelumnya aku sudah sering kali putus nyambung dengannya dan aku masih punya perasaan terhadapnya, putus kali ini aku juga masih punya perasaan terhadapnya, sedikit, tapi aku bersikap seakan aku benar-benar tidak menyayanginya lagi, berpura-pura aku tidak mencintainya lagi, membohongi hati dan pikiranku.

Dan tampaknya itu terlalu berhasil. Sekarang aku tidak punya perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Aku memang masih sering kontak-kontakan dengannya, tapi itu tidak lebih dari sebatas teman.

Namun dia masih memberikan perhatian yang sama seperti waktu kami masih pacaran dulu. Jika situasinya berbeda, tentu saja aku akan bahagia diberi perhatian seperti itu. Tapi sekarang semua perhatian itu rasanya biasa saja, bosan.

Aku juga pernah berpikir, pernah mengira kalau aku suka sama sepupuku, kak Alim. Aku bahkan membuat beberapa tulisan tentangnya. Tapi itu ternyata hanya sementara.

Setelah kak Alim balik ke Malang dan dia sering marah-marah gak jelas, aku mulai capek dan bosan. Bosan hadapi marah-marah gak jelasnya kakak, bosan chat duluan, bosan selalu jadi pihak yang harus mengerti. Aku salut sama pacarnya bisa bertahan lama sama dia.

Ya kurang lebih seperti Sukri sih. Sering marah-marah gak jelas. Cuman Sukri begitu baru-baru ini, dulu tidak. Makanya dulu aku sayang sama dia dan sekarang tidak.

Belum ada ikatan resmi tapi kerjanya marah-marah terus. Mati mko!

Setelah bosan dengan kak Alim, aku ketemu sama kak Dodi. Dia seniorku di HMI. Orangnya manis dan cerdas. Itu kesan pertamaku terhadapnya. Makanya aku suka.

Orangnya juga enak diajak chat. Untuk sementara dialah moodbosterku. Hanya dengan mengingatnya sudah bisa membuatku senyum-senyum tidak jelas. Bahkan kemarin, waktu kuliah Riset Operasi, saking mengantuknya aku iseng mikirin kak Dodi, supaya gak ngantuk. Alhasil, aku mendapati diriku senyum-senyum sendiri sambil menghadap ke arah dosen. Dan itu awkward.

Tapi kadang aku juga bosan dengan kak Dodi. Apalagi aku terus yang chat dia duluan. Kalau kak Dodi yang chat aku duluan itu mungkin bisa masuk Guiness Book of Record, rekor dunia.

Aku cukup bahagia hanya dengan memikirkannya, mengingatnya, dia membalas chatku, melihat fotonya di akun sosial medianya, dan hal-hal kecil semacam itu. Tapi kadang aku bosan kalau kak Dodi tidak membalas chatku.

Dan kalau aku bosan dengan kak Dodi, aku kembali merasa kosong. Hampa.


Kosong

Bosan

Hampa

Ohh Tuhan. Semua ini membuatku ingin pulang.

Jika aku tidak bisa pulang ke Selayar, maka bisakah Engkau membawa Selayar padaku?


 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template