Jumat, 16 Mei 2014

Lebih Baik Kalah Daripada Tidak Sama Sekali

Beberapa minggu yang lalu aku pergi ke Kabupaten Pinrang dalam rangka MTQ Nasional Tingkat Provinsi.
Empat bulan yang lalu, aku dan teman-temanku menang telak atas beberapa kecamatan yang menjadi peserta MTQ cabang lomba Fahmil Qur’an. Kemenangan itu adalah kemenangan termanis dalam hidupku.

Karena seingatku, seumur hidupku, itu adalah pertama kalinya aku mendapat juara satu dan berhasil mengantarku untuk mewakili kabupaten tercinta berlomba di tingkat provinsi. Waktu SD, aku juga pernah mendapat juara satu, tapi itu hanya sampai tingkat kabupaten, tidak ada lanjutannya ke tingkat provinsi.

Satu lagi mimpiku yang jadi kenyataan. Sudah sejak dulu, sejak aku mengetahui kalau kita menang lomba kita bisa pergi jalan-jalan ke daerah lain. Dikirim oleh pemerintah daerah untuk mengharumkan nama daerah. Sejak saat itu pula aku selalu bermimpi bisa menjadi salah satu di antara mereka.

Bisa pergi ke daerah lain, dikirim sebagai utusan atau perwakilan daerah.

Dan juara satu yang ku dapat 4 bulan yang lalu merupakan pintu gerbang yang dapat mengantarkan ku menggapai mimpi itu.

Aku bahagia sekali saat tau bahwa juara satu di kabupaten dapat mewakili kabupaten masing-masing berlomba di tingkat provinsi.

Aku bangga. Aku bahagia. Aku spechless.

Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku. Dan ini merupakan moment yang bersejarah. Tidak bisa digambarkan dengan kata-kata betapa bahagia dan bangganya aku saat bisa mewakili kabupaten sendiri di tingkat provinsi.

Tapi sayang ....

Euforia kesenangan dan kebanggaan itu hanya berhenti sampai di situ saja. Aku harus cukup puas menang di tingkat kabupaten ?

Loh ? Kenapa bisa ? Memangnya tidak lanjut ke provinsi ?

Iya. Emang bisa. Lanjut sih ke provinsi, aku sudah pergi ke Pinrang untuk siap berperang dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan.

Tapi sayangnya, ketika rasa bangga itu sudah sampai di puncak dan rasa deg-degan kembali terasa ketika melihat peserta lawan di lokasi pendaftaran, ketika sudah merasa ada di atas awan, aku harus jatuh dengan cepat dan berdebum di tanah. SAKIT.

Teman satu grupku tidak dapat memenuhi syarat yang telah di tentukan. Umurnya lewat dari ketentuan yang telah di tetapkan. Dan itu hanya lewat satu bulan.

Rasa bangga itu seketika hilang. Rasa bahagia itu seketika pergi. Berganti dengan rasa kecewa yang amat sangat dan rasa sedih yang dalam.

Pertandingan yang telah ku tunggu dengan sangat tidak sabar selama 4 bulan. Mengerahkan semua tenaga dan pikiran untuk bisa menghafal materi yang diberikan.

Tapi akhirnya semua itu sia-sia.

Dan yang paling membuatku kecewa adalah, aku tidak tau harus pulang dengan status apa. Menang tidak. Kalah juga tidak.

Aku pergi ke Pinrang meninggalkan Selayar dengan perasaan tidak tenang karena aku pergi dengan kondisi yang sedang bermusuhan dengan orang lain. Cuek-cuekan dan tidak pernah saling tegur sapa. Hal itu membuat hatiku tidak tenang selama perjalanan ke Pinrang.

Sambil berharap nanti kalau sudah pulang ke Selayar hubunganku dengannya bisa baik lagi dengan sendirinya. Sekalian aku bisa membuatnya bangga jika aku berhasil mendapatkan juara di tingkat provinsi.

Tapi ketika pulang kembali ke Selayar, perasaanku lebih tidak tenang lagi. Aku pusing. Aku gelisah. Galau. Tidak tau pulang dengan status apa.

Aku merasa pulang sebagai pengecut. Tidak bisa mempersembahkan apa-apa ke orang yang bangga dan mendukungku.

Lebih baik pulang berperang dengan status kalah daripada sudah menginjak medan perang tetapi tidak berperang sama sekali.
 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template