Jam
pelajaran terakhir, Bahasa Arab. Siswa di kelasku sudah mulai mencari posisi
terbaik untuk bisa tidur tanpa ketahuan guru. Entah mengapa, setiap pelajaran
terakhir waktu terasa berjalan sangat lambat. Jarum detik seakan enggan untuk
berpindah dari tempatnya. Nampak bahagia melihat wajah-wajah menderita kami.
Wajah menahan lapar, panas, haus, dan ngantuk.
Yang
ada dalam pikiran kami pada saat-saat seperti ini hanyalah “Kapan bel pulang
berbunyi dan mengakhiri penderitaan ini ?”. Bel pulang adalah yang paling
ditunggu-tunggu pada saat pelajaran terakhir penuh siksaan ini berlangsung.
Bunyi bel pulang bagaikan oase di tengah padang pasir, menentramkan hati dan
jiwa yang telah lama meronta-ronta ingin pulang. Tidak hanya pelajaran Bahasa
Arab, tapi semua pelajaran yang ditempatkan di jam terkahir, semenyenangkan
apapun pelajaran itu tetap akan membosankan.
Ditengah
penderitaan itu, tiba-tiba langit-langit kelasku bergetar dan bergemuruh.
Guntur tapi tidak hujan. Langit memang agak mendung diluar sana. Tapi tidak ada
sedikit pun rintik air yang jatuh dari langit.
Telah
terjadi sesuatu di lantai atas yang menyebabkan terjadinya kehebohan yang
sedemikian rupa. Suara teriakan dan langkah ketakutan warga atas terdengar,
merambat melalui langit-langit kelasku.
Guruku
yang saat itu tengah menjelaskan juga kaget dan menghentikan penjelasannya.
Suasana kelas juga ikut heboh. Apa gerangan yang telah terjadi di atas sehingga
terjadi kehebohan semacam itu ? Kami masing-masing sibuk berspekulasi dan
berhipotesis. Guruku menyuruh kami tenang.
Dilihat
dari bentuk kehebohannya sudah dapat dipastikan kalau di lantai dua sedang ada
yang kesurupan. Ini bisa jadi alasan yang bagus untuk mengakhiri penderitaan
ini. Kami pun memprovokasi guru kami untuk naik ke lantai atas. Memintanya
untuk mengecek keadaan dan membantu guru yang lain untuk menyembuhkan siswa
yang kesurupan. Kebetulan beliau juga termasuk orang alim yang bisa diandalkan
untuk mengatasi hal-hal berbau supranatural tersebut.
Beliau
pun mengikuti saran kami dan segera naik. Tapi beliau menyuruh kami untuk tetap
tenang dan tidak ikut naik. Peduli setan dengan larangan itu. Setelah beliau
telah menghilang dibalik di ujung tangga, kami pun menyusul beliau naik ke
lantai dua untuk menyaksikan kejadian yang menghebohkan tersebut.
Kesurupan
memang bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, atau mungkin dunia.
Tapi menyaksikan orang kesurupan secara langsung memiliki seni tersendiri. Ada
perasaan takut, takjub, heran, senang, sekaligus bangga karena bisa nantinya
kita bisa menjadi narasumber untuk menceritakan kembali peristiwa tersebut.
Keadaan
di lantai dua sudah sangat kacau. Para siswa memenuhi koridor. Ada yang
berteriak, menangis, dan lari ketakutan, ada yang penasaran, ada yang saling
bertukar informasi, ada yang jadi narasumber dan dikerubungi lebah pencari
berita, bahkan ada yang hanya diam di tempatnya dan memandang dari kejauhan
tidak berani mendekati lokasi kejadian perkara.
Berdasarkan
penuturan warga atas, yang kesurupan adalah siswa kelas X Ilmu Alam atas nama
Sri Amoy. Aku sebenarnya kurang mengenalnya. Hanya kenal nama. Wajahnya aku
lupa yang mana. Sejujurnya aku bahkan tidak mengetahui siapa-siapa saja nama
adek kelas yang dua tahun di bawahku.
Amoy
diangkat menggunakan tandu dalam kondisi masih kesurupan menuju UKS. Dia
mengamuk di atas tandu. Kurang lebih hamper sepuluh orang yang menahannya. Tapi
Amoy lebih kuat daripada sepuluh orang tersebut. Wajah dan matanya berwarna
merah menyala. Menggambarkan emosi yang teramat sangat. Akhirnya dia pun
dimasukkan kembali ke dalam kelas XI Sosial II dan kembali mengamuk
sejadi-jadinya. Belum sempat menyaksikan peristiwa yang menegangkan itu, para
guru menyuruh kami untuk menjauh dari lokasi dan kejadian dan segera pulang.
Ya,
karena adanya peristiwa kesurupan yang menghebohkan maka proses belajar
mengajar diberhentikan dan siswa dipulangkan lebih awal dari biasanya.
Keuntungan di pihak kami. Seandainya saja setiap hari setiap jam pelajaran
terakhir ada yang kesurupan, maka kami tidak perlu merasakan penderitaan di
detik-detik mencekam itu.
Sang
korban kesurupan pun juga telah ‘sadar’ dan segera dipulangkan. Karena rumahnya
jauh, maka pihak sekolah meminta kepada Bapakku untuk mengantarnya pulang.
Jaga-jaga kalau misalnya dia pingsan lagi di jalan. Ketika hendak disuruh masuk
ke dalam mobil, dia pingsan lagi. Rupanya tadi dia belum sadar betul. Jin yang
masuk ke dalam tubuhnya bersembunyi agar tidak disuruh keluar.