Jumat, 05 Februari 2016

Catatan Akhir Sekolah : Story Of The Real Kesurupan




Jam pelajaran terakhir, Bahasa Arab. Siswa di kelasku sudah mulai mencari posisi terbaik untuk bisa tidur tanpa ketahuan guru. Entah mengapa, setiap pelajaran terakhir waktu terasa berjalan sangat lambat. Jarum detik seakan enggan untuk berpindah dari tempatnya. Nampak bahagia melihat wajah-wajah menderita kami. Wajah menahan lapar, panas, haus, dan ngantuk.

Yang ada dalam pikiran kami pada saat-saat seperti ini hanyalah “Kapan bel pulang berbunyi dan mengakhiri penderitaan ini ?”. Bel pulang adalah yang paling ditunggu-tunggu pada saat pelajaran terakhir penuh siksaan ini berlangsung. Bunyi bel pulang bagaikan oase di tengah padang pasir, menentramkan hati dan jiwa yang telah lama meronta-ronta ingin pulang. Tidak hanya pelajaran Bahasa Arab, tapi semua pelajaran yang ditempatkan di jam terkahir, semenyenangkan apapun pelajaran itu tetap akan membosankan.

Ditengah penderitaan itu, tiba-tiba langit-langit kelasku bergetar dan bergemuruh. Guntur tapi tidak hujan. Langit memang agak mendung diluar sana. Tapi tidak ada sedikit pun rintik air yang jatuh dari langit.

Telah terjadi sesuatu di lantai atas yang menyebabkan terjadinya kehebohan yang sedemikian rupa. Suara teriakan dan langkah ketakutan warga atas terdengar, merambat melalui langit-langit kelasku.
Guruku yang saat itu tengah menjelaskan juga kaget dan menghentikan penjelasannya. Suasana kelas juga ikut heboh. Apa gerangan yang telah terjadi di atas sehingga terjadi kehebohan semacam itu ? Kami masing-masing sibuk berspekulasi dan berhipotesis. Guruku menyuruh kami tenang.

Dilihat dari bentuk kehebohannya sudah dapat dipastikan kalau di lantai dua sedang ada yang kesurupan. Ini bisa jadi alasan yang bagus untuk mengakhiri penderitaan ini. Kami pun memprovokasi guru kami untuk naik ke lantai atas. Memintanya untuk mengecek keadaan dan membantu guru yang lain untuk menyembuhkan siswa yang kesurupan. Kebetulan beliau juga termasuk orang alim yang bisa diandalkan untuk mengatasi hal-hal berbau supranatural tersebut.

Beliau pun mengikuti saran kami dan segera naik. Tapi beliau menyuruh kami untuk tetap tenang dan tidak ikut naik. Peduli setan dengan larangan itu. Setelah beliau telah menghilang dibalik di ujung tangga, kami pun menyusul beliau naik ke lantai dua untuk menyaksikan kejadian yang menghebohkan tersebut.

Kesurupan memang bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, atau mungkin dunia. Tapi menyaksikan orang kesurupan secara langsung memiliki seni tersendiri. Ada perasaan takut, takjub, heran, senang, sekaligus bangga karena bisa nantinya kita bisa menjadi narasumber untuk menceritakan kembali peristiwa tersebut.

Keadaan di lantai dua sudah sangat kacau. Para siswa memenuhi koridor. Ada yang berteriak, menangis, dan lari ketakutan, ada yang penasaran, ada yang saling bertukar informasi, ada yang jadi narasumber dan dikerubungi lebah pencari berita, bahkan ada yang hanya diam di tempatnya dan memandang dari kejauhan tidak berani mendekati lokasi kejadian perkara.

Berdasarkan penuturan warga atas, yang kesurupan adalah siswa kelas X Ilmu Alam atas nama Sri Amoy. Aku sebenarnya kurang mengenalnya. Hanya kenal nama. Wajahnya aku lupa yang mana. Sejujurnya aku bahkan tidak mengetahui siapa-siapa saja nama adek kelas yang dua tahun di bawahku.

Amoy diangkat menggunakan tandu dalam kondisi masih kesurupan menuju UKS. Dia mengamuk di atas tandu. Kurang lebih hamper sepuluh orang yang menahannya. Tapi Amoy lebih kuat daripada sepuluh orang tersebut. Wajah dan matanya berwarna merah menyala. Menggambarkan emosi yang teramat sangat. Akhirnya dia pun dimasukkan kembali ke dalam kelas XI Sosial II dan kembali mengamuk sejadi-jadinya. Belum sempat menyaksikan peristiwa yang menegangkan itu, para guru menyuruh kami untuk menjauh dari lokasi dan kejadian dan segera pulang.

Ya, karena adanya peristiwa kesurupan yang menghebohkan maka proses belajar mengajar diberhentikan dan siswa dipulangkan lebih awal dari biasanya. Keuntungan di pihak kami. Seandainya saja setiap hari setiap jam pelajaran terakhir ada yang kesurupan, maka kami tidak perlu merasakan penderitaan di detik-detik mencekam itu.

 Sang korban kesurupan pun juga telah ‘sadar’ dan segera dipulangkan. Karena rumahnya jauh, maka pihak sekolah meminta kepada Bapakku untuk mengantarnya pulang. Jaga-jaga kalau misalnya dia pingsan lagi di jalan. Ketika hendak disuruh masuk ke dalam mobil, dia pingsan lagi. Rupanya tadi dia belum sadar betul. Jin yang masuk ke dalam tubuhnya bersembunyi agar tidak disuruh keluar.
 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template