Pulang jam dua siang kemudian
harus kembali lagi ke sekolah dua jam kemudian bukanlah suatu rutinitas yang
menyenangkan. Tapi mau tidak mau rutinitas itu harus ku lakukan. Siapa bilang
jalan menuju sukses mulu-mulus saja seperti jalanan beraspal yang berada di
kota-kota besar ? Jalan menuju kesuksesan tidak semulus itu. Malah jalan menuju
kesuksesan itu memiliki lika liku yang sangat banyak, naik dan turun di sana
sini, serta hambatan-hambatan yang harus di lalui. Seperti jalanan yang menuju
ke desa-desa yang belum tersentuh oleh perhatian pemerintah, jalanannya masih
sangat memprihatinkan.
Walaupun aku tau tentang semua
itu, tapi rasa malas kadang tetap saja datang menyergap. Pulang jam dua siang,
sampai di rumah jam setengah tiga, makan, ganti baju, dan seketika jarum jam sudah
menunjuk ke angka tiga. Itu berarti setengah jam lagi masjid akan berbunyi
pertanda telah memasuki waktu shalat ashar. Tanggung banget. Mau tidur,
waktunya Cuma setengah jam. Gak tidur, ngantuknya juga minta ampun. Ya Tuhan
Cobaan macam ini ?
Aku pun mengambil jalan tengah
untuk keluar dari kegalauan tersebut. Aku tetap tidur tapi tidurnya Cuma 15
menit, jadi masih ada waktu 15 menit lagi untuk siap-siap shalat. Kadang yang
15 menit itu aku tambahkan menjadi 20 menit atau bahkan sampai 30 menit.
Tapi memang dasar akunya yang
tukang tidur, rencana yang sudah di susun matang-matang pun harus berantakan
karena gravitasi tempat tidur yang kuat di tambah lagi dengan rayuan pulau
kapuk, membuat tidur ku tambah lebih nyenyak. Alhasil, aku pun bangun ketika
jam menunjukkan 15 menit lagi jam 4 sore. Dan sadisnya lagi, aku hanya menatap
jam dengan tatapan mengantuk sambil berkata, “Oh, sudah jam segini ? Masih ada 15 menit.” Dengan
mata masih setengah terbuka dan malas-malasan aku pun pergi mengambil handuk
dan langsung mandi.
Setelah semuanya selesai dan aku sudah siap,
aku pun kembali menatap jam, dan …. “APA ? SUDAH JAM EMPAT ?? Oh My GOD ! Oh my
GOD ! Oh My GOD ! Bapak mana. Bapak mana. Dimana. Di sini.”
Ya ampun koq malah nyanyi. Aku pun panik
melihat jarum detik terus bergerak seakan-akan mengintimidasiku karena bangun
terlambat. Aku pun mencari bapakku untuk mengantarku ke sekolah. Untunglah bapakku
orangnya pengertian, jadi sebelum aku siap dia sudah ada duduk di ruang tamu
sambil menungguku siap untuk mengantarku ke sekolah.
Nah, itu kalau ada bapak. Kalau ada bapak
semuanya tampak lebih mudah.
Kalau tidak ada bapak ? Lain lagi ceritanya.
Aku akan panik dan kalang kabut mencari
bagaimana cara tercepat untuk bisa sampai di sekolah. Marah-marah gak jelas dan
menyeseli diri kenapa tadi malah lanjut tidur, bukannya langsung bangun supaya
masalahnya tidak seribet ini. Jalan kaki membutuhkan waktu 10 menit. Itu akan
membuatku semakin terlambat. Becak yang notabene merupakan angkutan umum
favorite masyarakat Selayar karena di Selayar belum ada taksi merupakan pilihan
alternative. Tapi becak kalau lagi di butuhkan jarang banget ada yang muncul,
giliran tidak butuhkan, kayak kacang, banyak banget!
Kalau sudah begitu, aku akan berjanji pada
diriku sendiri kalau aku tidak akan terlambat bangun lagi. Aku akan bangun
lebih cepat agar tidak terlambat ke sekolah.
Tapi sayangnya, itu hanya sekedar janji. Besoknya
begitu lagi. Begitu lagi. Dan begitu lagi.
Kesalahan yang sama terulang terus
entah untuk yang keberapa kalinya.
Walaupun pernah beberapa kali aku berhasil
bangun cepat. Tapi itu hanya beberapa kali. Selebihnya gagal.
Aku pun mencari jalan lain keluar dari
kegalauan itu.
Aku memutuskan untuk tidak tidur siang. Hitung-hitung
diet. Tak apalah mengantuk, yang penting aku tidak terlambat datang ke sekolah.
Kalau misalnya nanti aku ngantuk atau bahkan sampai ketiduran ketika sampai di
sekolah, itu masalah lain.
Dan hasilnya …
Cukup memuaskan pemirsa.
Aku tidak terlambat lagi ke sekolah. Bahkan aku
bisa datang lebih awal. Dengan atau tanpa adanya bapak.
Tapi, hal itu memiliki efek samping.
Karena tidak tidur siang, malamnya aku jadi
lebih cepat mengantuk. Belajar pun jadi tidak efektif karena bawaannya pengen
tidur terus.
Sebagai manusia biasa, aku kadang capek dengan
semua kegiatan yang seperti tidak ada habisnya. Tampaknya hanya sekolahku saja
di Kabupaten Kepulauan Selayar yang memiliki kegiatan seabrek. FYI, sekolahku
tidak pernah sepi dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
Iya, sampai malam pun sekolah ku masih tetap
setia dengan kegiatannya. Bahkan pada hari Ahad yang merupakan hari libur
sedunia, sekolahku tetap memiliki kegiatan yang harus dilakukan.
Mulai dari club-club, ekstrakulikuler,
pengembangan diri, sampai olahraga. Semuanya ada di sekolahku. Complete.
Sayangnya, ini sekolah umum. Bukan sekolah
berasrama.
Jadi, kita sebagai siswa yang merupakan objek
utama dari semua kegiatan itu kadang merasa terbebani. Bukan karena banyaknya
kegiatan. Tapi karena waktu istirahat yang dimiliki sangat sedikit. Sekolah memang
sudah membagi sedemikian rupa semua kegiatan itu agar tidak ada yang
bertabrakan. Hal itu sebenarnya sangat membantu.
Masalahnya, bukan hanya kegiatan milik sekolah
saja yang akan kami lakukan. Kami sebagai pelajar biasa pastinya memiliki
ole-ole dari guru yang harus di selesaikan pada waktunya. Syukur-syukur kalau Cuma
satu guru saja yang memberikan tugas, tidak jarang setiap mata pelajaran
memiliki tugasnya masing-masing dan harus dikumpulkan pada minggu yang sama.
Hal inilah yang kadang membuatku capek. Capek jasmani.
Capek rohani. Kadang, saking capeknya, ingin rasanya aku menangis. Terkesan cengeng
sih. Tapi itu merupakan ekspresi dari rasa capekku terhadap semuanya.
Untunglah Minggu ini merupakan minggu UTS.
Ulangan sebenarnya adalah saat yang
menyenangkan sekaligus mencekam. Menyenangkan karena selama ulangan
dilaksanakan, semua kegiatan sore di sekolah di tiadakan. Mencekam karena kita
harus berkutat dengan setumpuk materi yang mau tidak mau harus dikuasai demi
mencapai nilai KKM.
Tapi, aku bisa lebih santai sedikit di minggu
ulangan. Walaupun kadang belajarnya pakai SKS (Sistem Kebut Semalam), tapi itu
tak masalah. Besoknya kan di sekolah masih ada waktu untuk belajar. Kalau tidak
ada waktu, banyak koq teman yang bersedia membagi jawabannya. Hehehe.
Di minggu UTS ini, masalah kegalauan tidur
siangku yang ku ceritakan tadi bisa sedikit terselesaikan. Pulang sekolah jam
dua, sampai di rumah jam setengah tiga, dan selesai makan jam tiga. Setelah makan
kan tidak boleh langsung tidur, jadi sambil menunggu makanannya tercerna
sempurna, aku pun menunggu waktu ashar yang tinggal setengah jam lagi.
Tidurnya kapan ?
Tidurnya setelah shalat ashar. Dan hebatnya
lagi, aku tidak dimarahi sedikit pun karena tidur sore.
Aku baru sadar,
ternyata tidur setelah shalat ashar itu lebih nyaman. Kenapa ? Karena semua
pekerjaan sudah selesai, shalat pun sudah, mau bangun jam berapa pun terserah. Kan
tidak mungkin juga kalau tidur sampai maghrib. Itu mah bukan manusia lagi yang
tidur, tapi kerbau.
Menyadari hal itu, maka itu pun menjadi
kebiasaan baruku selama UTS ini berlangung. Tidur sehabis shalat ashar.