Di saat kedua orangtuaku sedang
sibuk dalam ketegangan mereka menonton mega serial Jodha Akbar yang sedang
menampilkan Jodha sedang berteriak kesakitan di tengah derasnya hujan dan
Guntur. Nampaknya dia akan segera melahirkan. Di tempat lain, ibunya Jodha
khawatir dengan keadaan anak kesayangannya. Orangtuaku sibuk memperhatikan
adegan itu.
Sementara aku sibuk dengan
laptopku. Facebookan sambil memperbaiki tampilan blogku. Setelah selesai dengan
blogku, aku pun beralih ke facebook dan chat dengan sahabatku. Aku penasaran
hal penting apa yang ingin dia sampaikan padaku sehingga tadi dia mem-PING-ku.
Dia tidak akan pernah menghubungiku duluan jika tidak ada hal penting akan di
sampaikan. Mungkin dia lagi rindu padaku, pikirku. Karena biasanya dia akan
menghubungiku kalau dia lagi rindu padaku atau butuh bantuanku mengerjakan
sesuatu.
Tapi berhubung hp itu sepenuhnya
dalam kendali bapakku, sehingga aku tidak bisa dengan leluasa berbbman ria dengan
sahabatku itu. Maka facebook adalah sarana lain yang bisa ku gunakan untuk
berhubungan dengannya.
Aku pun mengobrol dengannya dan
bertanya apa yang terjadi.
“Aku tidak ingin jadi tersangka.
Jadi setelah aku memberitahumu hal ini, aku mau kamu tutup mulut rapat-rapat.”
Sebuah rahasia, pikirku. Aku
selalu suka dan tertarik dengan segala sesuatu yang berbau rahasia. Tapi
masalahnya apa ya ? Koq harus sampai tutup mulut rapat-rapat ? Sepenting apakah
masalah itu ? Koq Yaya’ tampaknya takut sekali jika sampai hal ini tersebar ?
Apakah hal ini menyangkut masalah hidup dan mati ? Karena penasaran aku pun
langsung menjawab dengan mantap.
“Oke. Tenang saja. Aku akan tutup
mulut. Kalau perlu akan ku hapus chat ini. Masalahnya apa ?”
“Kamu masih pacaran sama Ilcham ?”
Deg ! Pertanyaan itu tepat mengenai hatiku.
Jika pertanyaan itu diajukan, maka pembahasan selanjutnya tidak jauh-jauh dari
pasangan kita. Entah itu hal yang baik atau yang buruk. Tapi biasanya lebih
mengarah kepada yang buruk.
“Iya. Ada masalah apa ?”, Tanyaku to the point.
Hal apalagi yang dilakukan anak bodoh itu. Tidak bisakah dia cukup menyiksaku
dengan rasa rindu ini tanpa membuat masalah lain ?
“Kalau gak salah, aku dapat kabar kalau Ilcham
punya pacar di SMA Muhammadiyah. Namanya Lestari kelas X.C. Aku ngomong kayak
gini gak ada maksud buat ngehancurin hubungan kamu sama Ilcham.”
Byaaarrr !! Setelah selesai ku baca kalimat
itu, suara Guntur terdengar keluar dari TV. Kayak di sinetron-sinetron gitu.
Kalau dapat kabar buruk, tidak lama suara Guntur akan terdengar. Tipikal
sinetron Indonesia.
Selesai membaca apa yang dituliskan Yaya’,
perasaanku langsung menjadi tidak enak. Tapi aku tetap berusaha positive
thinking. Aku tidak ingin dengan mudah percaya gossip yang beredar. Hubunganku
sebelumnya berakhir karena aku terlalu percaya dengan gossip.
“Kamu tau darimana ?”
“Sepupu aku yang sekolah di SMA Muhammadiyah
yang ngomong.”
Ya Allah, cobaan apalagi ini ?
“Jangan bilang siapa-siapa ya kalau aku yang
ngomong ke kamu. Please.”, kata Aya’ lagi.
“Iya. Tenang aja. Aku gak akan ngomong ke
siapa-siapa. Memangnya sepupu kamu bilang apa ? Sempat bukan Ilchamku yang dia
maksud.”
Aku berusaha tampak terlihat tenang walaupun di
dalam hati telah berkecamuk berbagai rasa yang tidak dapat didefinisikan dengan
kata-kata.
“Mereka sering telponan. Nomornya Ilcham yang
ini 085xxxxxxxxx kan ? Nomor itu yang sering telponan sama Lestari. Tapi aku
juga gak tau pastinya kayak gimana. Aku ngomong kayak gini ke kamu karena lebih
baik kamu tau semua ini di depan daripada nanti di belakang.”
Karena aku gak punya hp dan aku gak hafal
nomornya Ilcham, aku pun mengambil hpnya mamaku dan mengecek nomornya Ilcham di
situ. Seingatku aku pernah menyimpannya sebagai nomor yang di saring. Semoga
saja belum terhapus.
Alhamdulillah belum. Aku pun mencocokkan nomor
yang ada di hpnya mamaku dengan nomor yang dikirimkan Yaya’. Aku harap nomornya
tidak sama.
Harapanku terlalu tinggi. Nomornya sama. Itu
nomor yang sama yang dipakai Ilcham untuk menghubungiku.
“Iya. Itu memang nomornya Ilcham. Makasih ya
Aya’ atas infonya.”
“Iya. Sama-sama. Itu karena aku sayang banget
sama kamu makanya aku kasih tau kamu.”
Satu lagi fakta menyakitkan yang harus ku
ketahui.
Tapi aku tetap berusaha berpostive thingking.
Mungkin saja itu bukan Ilcham. Bisa saja temannya Ilcham yang pake hpnya Ilcham
terus telponan sama cewek gak jelas dan ngaku-ngaku sebagai Ilcham.
Jika memang itu Ilcham, mungkin dia Cuma mau
main-main saja sama cewek itu karena dia stress dan capek menahan rasa rindunya
terhadapku.
Tapi, jika dia hanya main-main, mengapa dia
tidak memberitahuku ? Terkakhir kali kami kontak-kontakan, dia bilang kalau
nembak cewek, tapi akhir-akhirnya dia ngaku ke cewek itu kalau dia Cuma
bercanda.
Sudah berapa lama dia menjalin hubungan dengan
Lestari ? Mengapa aku tidak tau ? Mengapa dia tidak memberitahuku ?
Mengapa kau tidak memberitahuku ?
Lalu untuk apa semua kata-kata manis yang kau
ucapkan jika akhirnya kau punya orang lain di belakangku ? Apa semua
janji-janji itu palsu ? Bahkan kalimat-kalimat manis yang kamu tulis di suratmu
pun palsu ?
Betapa bodohnya aku bisa dengan mudahnya
percaya dengan ucapanmu. Percaya dengan semua janji dan omong kosongmu.
Aku tau itu semua hanya omong kosong. Tapi
caramu menyampaikannya membuatku tak sampai hati untuk menolaknya. Kau
kelihatan bersungguh-sungguh saat mengucapkannya.
Mungkin memang benar kamu sedang berselingkuh.
Karena tanda-tanda orang selingkuh yang ku ketahui beberapa ada pada dirimu.
Kamu tiba-tiba bersikap baik dan berkata-kata
manis tanpa ada sebab apapun sebelumnya. Kamu juga menuduhku punya selingkuhan
agar aku terpojok dan tidak memikirkan kemungkinan bahwa sebenarnya kamulah
yang berselingkuh.
Tapi, sebelum aku Tanya baik-baik ke kamu, aku
tidak akan percaya sepenuhnya gossip itu. Jadi siapkanlah alasan yang apik agar
nanti saat aku bertanya kamu punya sejuta alasan dan kata-kata manis untuk
menipuku “lagi”.