Setelah membuat dua tulisan Opening Season 1 dan 2 tentang English Spending Night, sekarang bagian Closing Seasonnya.
Setelah semua agenda hari itu ditutup dengan
performance dari myMr. Charming, semua peserta pun pergi ke “kamar” mereka
masing-masing. Yang putra bertempat di mushalla sekolah sedangkan yang putri di
bagi menjadi dua kelompok. Ada yang tidur di kamar tahfidz dan yang cukup sial
harus tidur di UKS. Dan yang lebih sial tidak kebagian tempat sama sekali dan
harus mencari tempat yang nyaman sendiri untuk tidur.
Sebagai President IBSEC sekaligus sebagai
senior, myMr. Charming menyuruhku untuk mengatur adik-adikku yang manis, lucu,
unyu, tapi juga bandel, ngeyel, dan susah di atur.
Aku pun naik ke lantai dua untuk mengecek
bagaimana kondisi mereka di atas. Sempitkah atau masih bisa menampung orang
lagi, atau jangan-jangan mereka di atas telah melakukan kegiatan memuja hp.
Dimana setiap orang akan sibuk dengan hpnya masing-masing sambil senyum-senyum
melihat layar hp mereka dan membuat mereka tidak memperdulikan kondisi orang
lain yang berada di sekitar mereka.
Untunglah waktu aku sampai di atas, keadaan
terkendali dan baik-baik saja. Walaupun sudah ada beberapa yang melakukan
kegiatan memuja hp.
Aku pun menyuruh mereka untuk mengatur posisi
tidur agar tempatnya yang memang sudah sempit dapat digunakan se-efisien
mungkin agar dapat menampung orang dalam skala yang cukup banyak.
Dan hasilnya, mereka tampak seperti ikan kering
yang di jemur. Berjejer rapi ke samping dan tidak ada ruang gerak sama sekali.
Benar-benar rapat. Setelah di atur baik-baik, ternyata ruangan itu masih bisa
menampung sekitar satu sampai dua orang.
Aku kembali ke bawah dan memberitaukan myMr.
Charming kalau di atas masih bisa muat dua orang. Dia pun menyuruh dua orang
untuk naik ke atas. Sayangnya tidak ada yang mau. Aku juga sebenarnya agak munafik
sih malam itu. Menyuruh orang lain untuk naik ke atas sementara jika aku yang
di suruh tentu saja aku tidak mau karena di atas sudah penuh sesak dan
kondisinya tentu saja tidak nyaman.
Karena tidak ada yang mau di suruh naik
sedangkan UKS hanya bisa menampung 6 orang dan masih ada 8 orang yang harus di
tampung, maka mau tidak mau 2 orang sisanya itu harus mau naik atau kalau tidak
harus mencari tempat sendiri untuk tidur.
Aku yang dari awal memang tidak mau naik ke
atas malah di suruh oleh myMr. Charming untuk naik ke atas. Aku tidak tau
bagaimana cara yang halus untuk menolaknya tapi aku juga tidak ingin
mematuhinya.
Aku pun mencari cara agar aku tidak harus naik
ke atas. Sukma yang waktu itu ingin menyelesaikan hapalan tiket makan malamnya
pun ku jadikan alasan yang tepat untuk mengulur waktu agar tidak harus sesegera
mungkin naik ke atas.
“Kalau sudah menghafal langsung naik ke atas
ya.”, kataku ke Sukma. Padahal aku tau kalau Sukma juga sebenarya tidak ingin
naik.
Setelah dia menghapal, kami pun bercerita
ngalor-ngidul. Lebih tepatnya curhat sih sebenarnya. Aku memberitahukan Sukma
isi hatiku yang sudah lama membuatku stress dan frustasi sedangkan tidak ada
tempat yang cocok untuk berbagi beban hati ini.
Sukma yang memang sudah akrab denganku dan juga
orangnya baik, dengan senang hati mendengarkan curhatanku. Aku tidak terlalu
berharap dia memberikan saran terhadap apa yang ku hadapi. Aku hanya butuh
orang untuk mendengarkan keluh kesahku. Karena dengan begitu aku akan merasa
sedikit lebih lega.
Itu juga sebenarnya merupakan sebuah alasan
untuk mengulur waktu sekaligus berpikir akan tidur dimana jika tidak kebagian
tempat di UKS dan juga tidak mau naik ke kamar tahfidz.
Di saat ceritaku dan Sukma sudah hampir
berakhir, myMr. Charming masuk ke kantor dengan gitar di tangannya dan raut
wajah yang Nampak galau.
Heran. Sudah beristri koq masih galau.
Entahlah. Mungkin dia mengantuk tapi ekspresinya lebih mengarah ke galau.
myMr. Charming duduk di singgasana Wakamad
Kurikulum dan menyandarkan kepalanya ke lemari yang berada tepat di samping
singgasana itu sambil memetik gitar yang di bawanya. Entah lagu apa yang
dimainkannya.
Aku dan Sukma yang melihat pemandangan itu
cekikikan sendiri melihat tingkah Pembina IBSEC kami yang biasanya tampak keren
sekarang malah tampak seperti remaja alay yang sedang galau memikirkan
pacarnya.
“Lagi galau ya Kak? Sudah punya istri koq masih
galau ?”, tanyaku berusaha mengajaknya bercanda sekaligus ingin meledeknya.
Sayangnya tidak ada tanggapan dari kalimat itu.
“Istri Kakak gak kangen nih sama Kakak?”, ku
lontarkan pertanyaan kedua.
Kali ini myMr. Charming merespon. Dia
menggeleng. Masih dengan raut wajah khas anak alay baru putus cinta.
Melihat respon yang diberikan, aku dan Sukma
pun tertawa.
“Hahaha. Gak di akuin ya Kak sama istrinya ?”
myMr. Charming kembali seperti patung penjaga
pantai. Diam dan tidak merespon.
Sejurus kemudian, dia sudah ada di depan kami
dan ikut nimbrung dengan kami.
“Lagi ngomongin apa ? Ikutan donk !”, ucapnya
sambil mengambil kursi dan duduk didepan kami berdua.
“Masalah anak muda, Kak. Kakak udah tua, jadi
gak cocok ikutan ngomong beginian.”
“Eits, jangan salah. Aku masih muda koq. Umurku
baru duapuluhlimatahun. Itu hanya status.”
Walaupun dia ngomong gitu, tentu saja aku dan
Sukma tidak ingin memberitahukan apa yang baru saja kami bicarakan. Yang kami
bicarakan memang masalah remaja alay yang sedang galau masalah cinta. Tapi ini
bukan masalah biasa. Soalnya, salah satu tokoh yang menjadi topic pembicaraan
kami tadi adalah Little Brother-nya myMr. Charming. Malu banget kalau sampai myMr.
Charming tau hal ini. Diam ya. Jangan ngomong-ngomong ke Mr. Charming.
Suasana hening. Tidak ada suara sedikit pun. Tidak
dari ku, tidak dari Sukma, bahkan juga tidak dari myMr. Charming. Jam dinding
memang sudah menunjukkan waktu larut. Dimana semua orang tengah asyik dengan
mimpi mereka masing-masing. Hanya kami bertigalah yang masih terjaga malam itu.
Suara dentingan gitar Mr. Charming terdengar. Dia
berusaha memecah keheningan.
Tiba-tiba myMr. Charming angkat bicara.
“Aku punya sulap.”, katanya tiba-tiba. Sebagai maniak
sulap dan tidak pernah menyaksikan sulap secara langsung, mendengar ketiga
kata tersebut tentu saja langsung membuat kami semangat.
“Gimana ? Gimana ?”, aku dan Sukma bersemangat
ingin menyaksikan pertunjukan sulap langsung dan gratis di tengah malam yang
panas itu.
“Rapatkan jari tengah dan jari telunjuk kalian.”
Kami pun melakukan apa yang diperintahkan oleh myMr.
Charming
“Lalu dekatkan kedua tangan kalian. Rapatkan
seperti ini.”
myMr. Charming memberi contoh apa yang harus
kami lakukan.
“Saya akan membuat gelas ini melayang di atas
tangan kalian.”
Kemudian myMr. Charming mengambil dua gelas yang
masing-masing berisi setengah kemudian meletakkannya di atas tangan kami
berdua.
“Angkat tangan kalian pelan-pelan.”
Perintah myMr. Charming. Kami pun mengangkat
tangan kami pelan-pelan.
“Oke Sip. Berhenti. Sekarang gelas itu melayang
di atas tangan kalian.”
Aku dan Sukma pun saling bertatapan, heran.
“Udah ? Segini aja ? Udah selesai ?”
“Iya.”, jawab myMr. Charming dengan santai dan
tanpa ekspresi berdosa sama sekali. Kemudian dia kembali memetik gitarnya.
Cuma segitu doank ? Udah selesai ? Terus
sulapnya dimana ? Magicnya dimana ? Spektakulernya dimana ?
Mau liat sulap gratis sekaligus langsung malah
kena tipu. Andaikan waktu itu bukan tengah malam, mungkin myMr. Charming sudah
kena serangan sandal terbang. Melihat wajah kami yang kebingungan, myMr.
Charming malah tertawa. Huft !! Sialan.
Puas menertawai kami, dia pun menceritakan
dimana dia mempelajari “sulap” laknat itu dan bagaimana saat dia mempraktekan “sulap”
itu ke teman-teman kuliahnya. Kisahnya berakhir mengenaskan. myMr. Charming
dimusuhi oleh “korban”nya selama satu minggu, mereka jengkel karena di
permalukan oleh myMr. Charming direstoran.
Malam itu merupakan flashback buat myMr.
Charming. Kami ngobrol ngalor ngidul, walaupun lebih banyak myMr. Charming yang
cerita, aku dan Sukma hanya menjadi pendengar, sesekali merespon dan ikut
tertawa jika yang diceritakannya merupakan hal yang lucu.
Satu lagi bestmoment dalam hidupku.
Menghabiskan malam with Sukma and Mr. Charming
ditemani teh hangat dan dentingan gitar akustiknya myMr. Charming.