Seperti yang sebelumnya aku pernah bilang,
sejak kelas satu sampai kelas dua semester satu aku tidak pernah sekali pun
ulangan harian sejarah. Tapi karena kedatangan guru baru yang tampil bak ustadz
muda dan datang tanpa kulonuwun sedikit pun, aku dan teman sekelasku mau tidak
mau harus ulangan sejarah untuk pertama kalinya selama kami belajar pelajaran
sejarah.
Dan ini menjadi sejarah dalam hidupku. ULANGAN
HARIAN SEJARAH UNTUK PERTAMA KALINYA.
Malamnya, aku membuka catatan sejarahku yang
sebanyak lima lembar hasil merangkum satu bab. Aku lebih memilih membaca buku
catatanku daripada membaca buku paket yang tebalnya dua kali tebalnya
catatanku. Akhirnya dengan malas-malasan aku pun membaca hasil rangkumanku
tersebut.
Tapi, aku membaca catatan sejarah bukan untuk
belajar. Tapi untuk mencari bahan yang tepat untuk di dongenkan besok. Sejarah
itu kan tentang masa lalu. Berarti kita bercerita dong. Bahasa lainnya
bercerita kan berdongeng. Maka jadilah aku dan teman-temanku malamnya membuat
kesepakatan kalau besok, ulangan harian sejarah, kami akan mendongeng.
Mengarang bebas. Nah, di saat-saat seperti inilah keahlian dalam hal tulis
menulis dan karang mengarang di butuhkan.
Sayangnya, dongenganku tidak berjalan lancar.
Bahan yang ku baca semalam tidak ada sedikitpun yang tinggal sehingga bahan
dongenganku pun tidak ada. Belum lagi posisi duduk yang di atur sedemikian rupa
hingga aku tidak punya tempat dan teman untuk meminta jawaban.
Bukan hanya itu, orang yang duduk di depanku
adalah sukri, murid paling menyebalkan, paling menjengkelkan, paling jahil,
sering mengganggu dan merupakan partner bertengkarku. Sebenarnya tidak masalah
siapa pun yang duduk di depanku. Aku malah bersyukur kalau bisa dekatan duduk
dengan sukri, Karena dia termasuk pintar dan setiap ulangan selalu punya
jawaban dan cara yang benar untuk menyontek. Jadi kalau dekat dengan dia tuh,
nilai ulangan kita dijamin tuntas. Kecuali kalau dia memang lagi blank dan
tidak punya persiapan apapun.
Sudah satu bulan aku tidak pernah ngomong
dengan sukri karena ada suatu insiden yang terjadi waktu mauled di sekolahku.
Gengsi sih harus minta jawaban ke dia. Tapi mau
minta kemana lagi sedangkan yang terdekat dan yang paling bisa member jawaban
itu sukri. Maka dengan mengesampingkan gengsi, aku pun menggoyangkan kursi yang
diduduki oleh sukri agar dia menoleh ke belakang. Awalnya dia tidak mau
menoleh. Ah, sudah kepalang basah, pikirku. Lebih baik ku lanjutkan. Ku
goyangkan lagi kursi tersebut sampai beberapa kali. Dia pun menoleh. Lebih
tetapnya menatap sinis. Ish, ini anak koq gak peka banget sih. Aku tuh lagi
cari jawaban. Bukan cari masalah.
Maka dengan suasana yang sangat mencekan dan
menegangkan seperti saat itu, di tambah dengan pengawas yang bisa ada dimana
saja tanpa diketahui pergerakannya dan bisa melihat apa saja yang kita lakukan
dimana pun kita berada, aku terpaksa harus mengesampingkan semua hal yang
selama ini sanggup menahan diriku untuk tidak sekali pun menjalin komunikasi
dengan sukri. Aku kesampingkan semua ego, gengsi, bahkan malu pun ku singkirkan.
Ya, aku malu untuk minta jawaban padanya padahal selama ini aku memusuhinya dan
belum pernah sekalipun aku minta maaf selama satu bulan kami bermusuhan.
Sukri masih belum mau memberiku jawaban. Aku
pun menatapnya dengan berbagai ekspresi. Mulai dari senyum pertemanan, wajah
cemberut, wajah memelas, bahkan wajah marah pun sempat ku keluarkan. Ada yang
bilang kalau sukri kemungkinan suka kepadaku karena dia sering menggangguku.
Walaupun kemungkinannya kecil, aku berharap kemungkinan itu ada. Bukan karena
aku juga menyukainya. Tapi aku harap, jika dia menyukaiku, maka pasti ada salah
satu dari ekspresi-ekspresi yang ku keluarkan tadi dapat meluluhkan hatinya dan
mau memberiku jawaban.
Entah memang dia benar menyukaiku, entah apa
ada salah satu ekspresiku yang meluluhkan hatinya, entah dia terganggu, atau
ada factor lain, aku tidak tau. Tapi setelah beberapa saat aku mengganggunya,
dia pun mengeluarkan kata-kata sakti yang membuatku sangat bahagia hingga bisa
terbang ke langit seandainya tidak guru pada saat itu.
“Nomor berapa ?”, kata sukri sambil menoleh ke
arahku.
Oh Tuhan ! Terimakasih. Terimakasih Engkau
telah meluluhkan hatinya sukri agar mau berbagi jawaban denganku. Aha ! Senang
banget. Kayak dapat durian runtuh. Tapi aku penasaran, kenapa ya sukri mau
memberiku jawaban ?
Pelajarah Sejarah hari itu telah terjadi dua
peristiwa Sejarah. Pertama, aku ulangan sejarah untuk pertama kalinya. Kedua,
untuk pertama kalinya aku mengajak bicara sukri setelah satu bulan kami
bermusuhan.
Hahahah. Sejarah Pelajaran Sejarah.