Senin, 16 Februari 2015

Sejarah Pelajaran Sejarah

Seperti yang sebelumnya aku pernah bilang, sejak kelas satu sampai kelas dua semester satu aku tidak pernah sekali pun ulangan harian sejarah. Tapi karena kedatangan guru baru yang tampil bak ustadz muda dan datang tanpa kulonuwun sedikit pun, aku dan teman sekelasku mau tidak mau harus ulangan sejarah untuk pertama kalinya selama kami belajar pelajaran sejarah.

Dan ini menjadi sejarah dalam hidupku. ULANGAN HARIAN SEJARAH UNTUK PERTAMA KALINYA.

Malamnya, aku membuka catatan sejarahku yang sebanyak lima lembar hasil merangkum satu bab. Aku lebih memilih membaca buku catatanku daripada membaca buku paket yang tebalnya dua kali tebalnya catatanku. Akhirnya dengan malas-malasan aku pun membaca hasil rangkumanku tersebut.

Tapi, aku membaca catatan sejarah bukan untuk belajar. Tapi untuk mencari bahan yang tepat untuk di dongenkan besok. Sejarah itu kan tentang masa lalu. Berarti kita bercerita dong. Bahasa lainnya bercerita kan berdongeng. Maka jadilah aku dan teman-temanku malamnya membuat kesepakatan kalau besok, ulangan harian sejarah, kami akan mendongeng. Mengarang bebas. Nah, di saat-saat seperti inilah keahlian dalam hal tulis menulis dan karang mengarang di butuhkan.

Sayangnya, dongenganku tidak berjalan lancar. Bahan yang ku baca semalam tidak ada sedikitpun yang tinggal sehingga bahan dongenganku pun tidak ada. Belum lagi posisi duduk yang di atur sedemikian rupa hingga aku tidak punya tempat dan teman untuk meminta jawaban.

Bukan hanya itu, orang yang duduk di depanku adalah sukri, murid paling menyebalkan, paling menjengkelkan, paling jahil, sering mengganggu dan merupakan partner bertengkarku. Sebenarnya tidak masalah siapa pun yang duduk di depanku. Aku malah bersyukur kalau bisa dekatan duduk dengan sukri, Karena dia termasuk pintar dan setiap ulangan selalu punya jawaban dan cara yang benar untuk menyontek. Jadi kalau dekat dengan dia tuh, nilai ulangan kita dijamin tuntas. Kecuali kalau dia memang lagi blank dan tidak punya persiapan apapun.

Sudah satu bulan aku tidak pernah ngomong dengan sukri karena ada suatu insiden yang terjadi waktu mauled di sekolahku.

Gengsi sih harus minta jawaban ke dia. Tapi mau minta kemana lagi sedangkan yang terdekat dan yang paling bisa member jawaban itu sukri. Maka dengan mengesampingkan gengsi, aku pun menggoyangkan kursi yang diduduki oleh sukri agar dia menoleh ke belakang. Awalnya dia tidak mau menoleh. Ah, sudah kepalang basah, pikirku. Lebih baik ku lanjutkan. Ku goyangkan lagi kursi tersebut sampai beberapa kali. Dia pun menoleh. Lebih tetapnya menatap sinis. Ish, ini anak koq gak peka banget sih. Aku tuh lagi cari jawaban. Bukan cari masalah.

Maka dengan suasana yang sangat mencekan dan menegangkan seperti saat itu, di tambah dengan pengawas yang bisa ada dimana saja tanpa diketahui pergerakannya dan bisa melihat apa saja yang kita lakukan dimana pun kita berada, aku terpaksa harus mengesampingkan semua hal yang selama ini sanggup menahan diriku untuk tidak sekali pun menjalin komunikasi dengan sukri. Aku kesampingkan semua ego, gengsi, bahkan malu pun ku singkirkan. Ya, aku malu untuk minta jawaban padanya padahal selama ini aku memusuhinya dan belum pernah sekalipun aku minta maaf selama satu bulan kami bermusuhan.

Sukri masih belum mau memberiku jawaban. Aku pun menatapnya dengan berbagai ekspresi. Mulai dari senyum pertemanan, wajah cemberut, wajah memelas, bahkan wajah marah pun sempat ku keluarkan. Ada yang bilang kalau sukri kemungkinan suka kepadaku karena dia sering menggangguku. Walaupun kemungkinannya kecil, aku berharap kemungkinan itu ada. Bukan karena aku juga menyukainya. Tapi aku harap, jika dia menyukaiku, maka pasti ada salah satu dari ekspresi-ekspresi yang ku keluarkan tadi dapat meluluhkan hatinya dan mau memberiku jawaban.

Entah memang dia benar menyukaiku, entah apa ada salah satu ekspresiku yang meluluhkan hatinya, entah dia terganggu, atau ada factor lain, aku tidak tau. Tapi setelah beberapa saat aku mengganggunya, dia pun mengeluarkan kata-kata sakti yang membuatku sangat bahagia hingga bisa terbang ke langit seandainya tidak guru pada saat itu.

“Nomor berapa ?”, kata sukri sambil menoleh ke arahku.

Oh Tuhan ! Terimakasih. Terimakasih Engkau telah meluluhkan hatinya sukri agar mau berbagi jawaban denganku. Aha ! Senang banget. Kayak dapat durian runtuh. Tapi aku penasaran, kenapa ya sukri mau memberiku jawaban ?

Pelajarah Sejarah hari itu telah terjadi dua peristiwa Sejarah. Pertama, aku ulangan sejarah untuk pertama kalinya. Kedua, untuk pertama kalinya aku mengajak bicara sukri setelah satu bulan kami bermusuhan.

Hahahah. Sejarah Pelajaran Sejarah.
 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template