Senin, 16 Februari 2015

Sejarah Guru Sejarahku

Ulangan harian sejarah pertama selama aku belajar sejarah. Sejak kelas satu sampai kelas dua semester dua baru kali ini aku ulangan harian sejarah. Secara, guru yang dulu gak pernah sekali pun menjelaskan. Walaupun dia menjelaskan, itu tidak masuk hitungan. Kalau dia masuk, palingan Cuma ngasih tugas terus udah, gitu aja.

Emang sih gak enak. Karena kita gak tau apa-apa. Serasa kayak belajar sendiri. Mending kalau tugasnya di periksa. Ini mah gak ! Palingan kalau akhir semester disuruh kumpulin. Itu pun juga gak di periksa. Mana gurunya jarang masuk lagi.

Sudah berkali-kali aku dan teman sekelasku menyampaikan ketidaknyamanan dalam hal belajar sejarah ini ke beberapa guru. Mulai dari guru mata pelajaran, wali kelas, sampai ke wamakad kurikulum yang sekarang menjabat sebagai kepala madrasah sementara.

Sudah berkali-kali. Dan itu tidak pernah sekalipun mendapat tanggapan.

Hingga, pada suatu hari, ketika Negara api mulai menyerang, pelajaran sejarah yang awalnya memang kurang menarik minat dan perhatianku, malah makin menjadi semakin tidak menarik bahkan menjengkelkan.

Guru baru masuk tanpa kulonuwun sama sekali. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya dia masuk ke kelas kami begitu saja dengan santainya tanpa merasa berdosa sama sekali. Wajahnya terlihat santai. 

Padahal wajah murid-murid yang ada dalam ruangan itu sudah menunjukkan keheranan yang maksimal di wajahnya mengapa guru sejarah kami bisa bertansformasi dari seseorang yang berwajah menarik dan berpostur tinggi bak pemain basket menjadi seorang ustadz muda yang berpenampilan kurang menarik walaupun wajahnya sebenarnya menarik, di tambah lagi dengan postur tubuhnya yang mungkin lebih tinggi aku daripada dia.

Aku sebenarnya sudah mengenalnya dan sudah pernah bertemu dengannya karena dia merupakan pembinaku di tahfidz dan merupakan salah satu pembina yang baik walaupun kadang menjengkelkan kalau sudah mulai bicara masalah hafalan. Cerewetnya tuh gak ketulungan. Atau kalau orang Selayar bilang, “ngenge”nya tuh minta ampun.

Gak boleh gini lah. Gak boleh gitu lah. Tajwidnya harus benar. Gak boleh main-main sebelum nyetor hafalan. Gak boleh main hp kalau lagi ada materi. Gak boleh lanjut hafal ke surah lain kalau hafalan di surah sebelumnya belum lancar. Gak boleh mengganggu sesama santri tahfidz. Yang putri gak boleh ke tempat putra dan yang putra gak boleh ke tempat putri. Ya ampun, tad. Aturannya banyak banget.

Tapi itu hanya di tahfidz. Walaupun aturannya banyak, dia bukan orang yang galak, bukan orang yang gampang marah, dan juga bukan orang yang gampang berbicara kasar, dia Cuma “menjengkelkan”. Jadi kami tetap bisa main dan bercanda bareng dia. Kalau orang Selayar bilang “masih bisa ji di pacai’ pacai’“. Dia juga kadang bisa baik. Entah pakai uang pribadi atau memang itu dana dari sekolah untuk tahfidz, sebelum tidur dia selalu membelikan kami gorengan. Hahaha. Makan gorengan waktu tahfidz itu merupakan sebuah kemewahan. Gorengan itukan anugrah. AnuGrahtis.

Tapi aku tidak pernah membayangkan dia akan menjadi guru sejarahku. Saat menjadi guru, dia seperti punya kekuatan super yang bisa meningkatkan kadar “menjengkelkan”nya menjadi menjengkelkan kudrat. Iya, dia malah semakin menjengkelkan.

Iya sih dulu kami pernah mengeluh karena guru sejarah kami tidak pernah menjelaskan dan kami meminta supaya guru tersebut bisa di ganti. Eh, sekalinya dapat guru yang menjelaskan malah dapat guru yang kayak gini. Saking semangatnya menjelaskan, walaupun bel pergantian jam pelajaran sudah bunyi, dia masih tetap menjelaskan dengan semangatnya dan tanpa merasa bersalah sedikit pun. Pelajaran sejarah yang hanya 45 menit, seketika berubah menjadi 60 menit. Guru yang mengajar pelajaran selanjutnya pun terpaksa harus menunggu dan terlambat masuk karena “korupsi waktu” yang di lakukan oleh ustadz muda ini.
 
ReKerNoPis Blogger Template by Ipietoon Blogger Template