Ulangan harian sejarah pertama
selama aku belajar sejarah. Sejak kelas satu sampai kelas dua semester dua baru
kali ini aku ulangan harian sejarah. Secara, guru yang dulu gak pernah sekali
pun menjelaskan. Walaupun dia menjelaskan, itu tidak masuk hitungan. Kalau dia
masuk, palingan Cuma ngasih tugas terus udah, gitu aja.
Emang sih gak enak. Karena kita
gak tau apa-apa. Serasa kayak belajar sendiri. Mending kalau tugasnya di
periksa. Ini mah gak ! Palingan kalau akhir semester disuruh kumpulin. Itu pun
juga gak di periksa. Mana gurunya jarang masuk lagi.
Sudah berkali-kali aku dan teman
sekelasku menyampaikan ketidaknyamanan dalam hal belajar sejarah ini ke
beberapa guru. Mulai dari guru mata pelajaran, wali kelas, sampai ke wamakad
kurikulum yang sekarang menjabat sebagai kepala madrasah sementara.
Sudah berkali-kali. Dan itu tidak
pernah sekalipun mendapat tanggapan.
Hingga, pada suatu hari, ketika
Negara api mulai menyerang, pelajaran sejarah yang awalnya memang kurang
menarik minat dan perhatianku, malah makin menjadi semakin tidak menarik bahkan
menjengkelkan.
Guru baru masuk tanpa kulonuwun
sama sekali. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya dia masuk ke kelas kami begitu
saja dengan santainya tanpa merasa berdosa sama sekali. Wajahnya terlihat santai.
Padahal wajah murid-murid yang ada dalam ruangan itu sudah menunjukkan
keheranan yang maksimal di wajahnya mengapa guru sejarah kami bisa
bertansformasi dari seseorang yang berwajah menarik dan berpostur tinggi bak
pemain basket menjadi seorang ustadz muda yang berpenampilan kurang menarik
walaupun wajahnya sebenarnya menarik, di tambah lagi dengan postur tubuhnya
yang mungkin lebih tinggi aku daripada dia.
Aku sebenarnya sudah mengenalnya
dan sudah pernah bertemu dengannya karena dia merupakan pembinaku di tahfidz
dan merupakan salah satu pembina yang baik walaupun kadang menjengkelkan kalau
sudah mulai bicara masalah hafalan. Cerewetnya tuh gak ketulungan. Atau kalau
orang Selayar bilang, “ngenge”nya
tuh minta ampun.
Gak boleh gini lah. Gak boleh gitu lah.
Tajwidnya harus benar. Gak boleh main-main sebelum nyetor hafalan. Gak boleh
main hp kalau lagi ada materi. Gak boleh lanjut hafal ke surah lain kalau
hafalan di surah sebelumnya belum lancar. Gak boleh mengganggu sesama santri
tahfidz. Yang putri gak boleh ke tempat putra dan yang putra gak boleh ke
tempat putri. Ya ampun, tad. Aturannya banyak banget.
Tapi itu hanya di tahfidz. Walaupun aturannya
banyak, dia bukan orang yang galak, bukan orang yang gampang marah, dan juga
bukan orang yang gampang berbicara kasar, dia Cuma “menjengkelkan”. Jadi kami
tetap bisa main dan bercanda bareng dia. Kalau orang Selayar bilang “masih bisa
ji di pacai’ pacai’“. Dia juga kadang bisa baik. Entah pakai uang pribadi atau
memang itu dana dari sekolah untuk tahfidz, sebelum tidur dia selalu membelikan
kami gorengan. Hahaha. Makan gorengan waktu tahfidz itu merupakan sebuah
kemewahan. Gorengan itukan anugrah. AnuGrahtis.
Tapi aku tidak pernah membayangkan dia akan
menjadi guru sejarahku. Saat menjadi guru, dia seperti punya kekuatan super
yang bisa meningkatkan kadar “menjengkelkan”nya menjadi menjengkelkan kudrat.
Iya, dia malah semakin menjengkelkan.
Iya sih dulu kami pernah mengeluh karena guru
sejarah kami tidak pernah menjelaskan dan kami meminta supaya guru tersebut bisa
di ganti. Eh, sekalinya dapat guru yang menjelaskan malah dapat guru yang kayak
gini. Saking semangatnya menjelaskan, walaupun bel pergantian jam pelajaran
sudah bunyi, dia masih tetap menjelaskan dengan semangatnya dan tanpa merasa
bersalah sedikit pun. Pelajaran sejarah yang hanya 45 menit, seketika berubah
menjadi 60 menit. Guru yang mengajar pelajaran selanjutnya pun terpaksa harus
menunggu dan terlambat masuk karena “korupsi waktu” yang di lakukan oleh ustadz
muda ini.